Dihukum di depan umum, Dua Pria Gay dicambuk sebanyak 77 kali di Provinsi Aceh, Indonesia. Pada 28 Januari, Setelah ketahuan berhubungan Seks oleh Warga sekitar, Dua Pria yang berusia 26 dan 34 Tahun itu, Mereka berdua dihukum dan dicambuk di depan umum yang disaksikan oleh 100 Orang, termasuk Orang Tua mereka. Di Ibu Kota Provinsi Banda Aceh, Provinsi tersebut masih mendukung nilai Tradisional yang memiliki Peraturan berbasis Syariah, Hukum Cambuk Bagi Pasangan Homoseksualitas pun masih sering dilaksanakan, Dimana beberapa Pelanggaran, termasuk Homoseksualitas akan dihukum didepan Umum dengan cara di Cambuk.
Homoseksualitas memang tidak ilegal di bagian lain Indonesia, tetapi tidak seperti di Banda Aceh, yang harus menjalani Hukuman Syariah. Hukuman kepada Dua Gay itu dimulai dengan cambukan awal sebanyak 80 kali, mereka dikurangi tiga karena mereka telah menjalani Hukuman Penjara selama tiga bulan, setelah ditangkap oleh Polisi Syariah pada November tahun lalu di sebuah Rumah Kontrakan di Kecamatan Kuta Alam, Banda Aceh. Informasi dari Heru Triwijanarko, Penjabat Kepala Badan Ketertiban Umum dan Polisi Syariah Banda Aceh, mengatakan kedua pria Gay termasuk di antara Enam Orang yang dihukum Cambuk pada hari itu.
Selama Hukuman, Para Pria memohon agar Proses Hukum Cambuk dihentikan, dan Orang Tua salah satu dari mereka pingsan melihat anak mereka dihukum seperti itu. Dikabarkan Hukum Cambuk ditolak keras oleh Kelompok Hak Asasi Manusia, Hal seperti itu menunjukkan kepada kita bagaimana Penegakan Hukum Syariah dilakukan, dimana Hukum yang membedakan Golongan telah digunakan untuk menyiksa Pasangan Gay. Andreas Harsono, Seorang Peneliti Indonesia di Human Rights Watch (HRW), mengatakan “Ini memiliki Efek mengerikan pada hak-hak dasar atas Keamanan dan Kebebasan berekspresi bagi Komunitas LGBT yang sangat terasingkan di Aceh.”
Kyle Knight, Seorang Juru Kampanye Hak LGBT di HRW, mengatakan “Pencambukan adalah bagian dari Pola Lama Pelecehan yang ditargetkan oleh Otoritas Aceh terhadap orang-orang LGBT.” Pada Oktober 2015, polisi Syariah menangkap dua Remaja Perempuan karena dicurigai sebagai Pasangan Lesbi, Padahal mereka hanya berpelukan di Depan Umum, kemudian Polisi menahan mereka selama tiga malam sebelum mengirim mereka ke Rehabilitasi Agama.
Dia juga menyesali bahwa Slogan Negara, Bhinneka Tunggal Ika, tidak benar-benar memberikan Perlindungan kepada semua orang, seperti laki-laki Gay yang dicambuk tanpa ampun. Hartoyo, ketua Suara Kita (Our Voice), Kelompok Pembela LGBT yang berbasis di Jakarta, dia mengamati Pelaksanaan Hukum Cambuk tersebut dan berkata, “Itu adalah Hukuman Prasejarah yang Brutal, Ini benar-benar membuat saya sedih.”
Hartoyo mendesak Pemerintah untuk mengambil tindakan terhadap Peraturan Daerah yang memfasilitasi Pelanggaran Hak Asasi Manusia. Perda Provinsi Aceh, atau KUHP, menetapkan bahwa Pelanggar akan diberi pilihan untuk diadili di Pengadilan Syariah atau Pengadilan Pidana biasa dengan menggunakan Hukum Pidana Nasional Indonesia. Namun, jika Pelanggaran tersebut tidak diatur dalam Hukum Pidana, Pelanggar Non-Muslim pun dapat diadili berdasarkan Hukum Syariah.