Pada awal November 2020, Amerika memperpanjang Masa Generalized System of Preference (GSP), Untuk Indonesia dalam Peningkatan Pasar Yang Saling Menguntungkan. Dengan begitu Ribuan Produk Indonesia yang akan di Ekspor ke Amerika, Terbebas dari Bea Cukai. Karena ketegangan yang sedang meningkat di Laut China Selatan, Amerika melakukan upaya untuk mendekatkan hubungan dengan Indonesia.
Indonesia yang mengekspor Produk lebih dari 28 Triliun di bawah pengecualian GSP, Kedua Negara ingin meningkatkan Perdagangan yang melibatkan banyak Negara dalam Lima Tahun ke depan menjadi 847 Triliun. Amerika mencari cara di berbagai Bidang, Untuk bekerja sama dengan Indonesia. Seperti menjadi Keamanan Maritim di Kawasan Indo-Pasifik, Dimana Amerika berada di antara salah Satu Rute Perdagangan Tersibuk di Dunia.
Tahun 2019, Pelabuhan Singapura adalah Rute Tersibuk di Kawasan Pasifik setelah Shanghai. Sekitar 37,2 Juta Produk yang di Ekspor, Membuatnya menjadi Rute Perdagangan Terbesar Kedua di Dunia. GSP memungkinkan Negara tertentu untuk mengekspor Barang Bebas Bea ke Amerika, Untuk Mendukung Pertumbuhan Ekonomi Negara yang berkembang, Program itu diberlakukan melalui Trade Act Tahun 1974. Itu juga menjadi Program Preferensi Perdagangan paling Luas di Amerika.
Negara yang ingin mengikuti Program harus memenuhi beberapa Kriteria, Seperti Hak Pekerja, Hak Kekayaan Intelektual dan Tingkat Perkembangan Ekonomi Negara. Meski sudah lebih dari 100 Negara yang telah memenuhi Syarat GSP dan menjalani Program, Tapi masih banyak Negara yang belum bergabung dalam Program ini.
Negara yang telah mencapai Tingkat Pembangunan yang cukup, Mereka juga dapat kehilangan Manfaat GSP. Pada 2019 Turki kehilangan Status GSP-nya, dengan Pemerintah Amerika karena Mengutip Tingkat Perkembangan Negaranya. India juga kehilangan Status GSP-nya, Karena tidak memberikan Jaminan kepada Amerika dan tidak Memberikan Akses yang Adil ke Pasarnya. Amerika juga mencabut Sepertiga dari Persyaratan GSP Thailand, Karena Masalah Hak Pekerja yang Masih berlangsung.
Sedangkan Indonesia menikmati Surplus Perdagangan dengan Amerika, Indonesia adalah Mitra Ekspor Nonmigas Terbesar Kedua dengan total Perdagangan Barang yang mencapai 423 Triliun pada 2019. Perpanjangan Fasilitas GSP mencakup lebih dari 3.572 Jenis Produk, Mulai dari Manufaktur, Pertanian, Perikanan dan Industri Primer lainnya.
Saat ini Indonesia mengekspor 729 Jenis Produk ke Amerika, GSP juga akan berkontribusi pada Surplus Perdagangan Indonesia jika dimanfaatkan secara Maksimal. Surplus Perdagangan yang mencapai 183 Triliun pada 2019, Indonesia akan mengizinkan Amerika untuk meningkatkan Ekspor Buahnya seperti Apel ke dalam Pedesaan. Indonesia adalah Importir Utama Produk Pertanian Amerika Senilai 42 triliun yang terdiri dari Gandum, Kedelai dan Kapas.
Bagi Amerika, Indonesia adalah Pasar Utama karena memiliki Industri Penerbangan dengan Pertumbuhan Tercepat Kedua di Dunia. Indonesia juga merupakan Importir Utama Pesawat Sipil dan Suku Cadangnya, Diperkirakan Lebih dari 350 Juta orang akan Terbang Keluar dan Masuk ke Indonesia pada Tahun 2036. yang menjadikan Indonesia Pasar Perjalanan Udara Terbesar Keempat di Dunia.
Mengekspor Pakaian Jadi adalah Salah Satu Produk Ekspor Terbesar Indonesia ke Amerika, Dengan Nilai lebih dari 28 Triliun pada Tahun 2019. Kedua Negara diuntungkan dari Sistem Perdagangan Timbal Balik, di mana Amerika membeli Pakaian Jadi dan Indonesia mengimpor Kapas ke Amerika. Kedua Negara meningkatkan Perdagangan menjadi 847 Triliun selama Lima Tahun ke depan. Pemerintah secara Aktif mendorong Perusahaan Amerika untuk Berinvestasi di Indonesia dalam Bidang Manufaktur, Jasa, Farmasi dan Pertahanan.
Pemerintah juga mempersiapkan Kawasan Industri Seluas 4.000 Hektar, Bernama Batang Industrial Park di Provinsi Jawa Tengah untuk mengakomodasi Bisnis Amerika. Perusahaan Amerika juga ditawarkan Insentif Pajak Khusus, Untuk memindahkan sebagian Operasi Indonesia keluar dari China. Pasar Domestik Indonesia yang Besar, Membuka Peluang untuk Amerika.