Ketika mereka mulai merencanakan Bisnis Anggaran Investasi untuk Tahun 2021, Dengan angkatan Kerja dan Kelas menengah yang berkembang Pesat, Indonesia memberikan peluang besar bagi Investor Asing. Sebagai Negara Yang Menjadi Raja Ekonomi Di ASEAN yang mampu mengatasi krisis keuangan Asia pada tahun 1998, Indonesia juga telah berkembang menjadi Negara Ekonomi yang Dinamis.
Secara Konsisten Indonesia mampu mempertahankan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) sebelum Pandemi COVID-19 dimulai, Dengan Suku Bunga yang tetap rendah dan Konsumsi Domestik yang meningkat sampai 60%. Pemerintah sangat ingin kebijakan diberlakukan dengan perubahan Ekonomi Makro, yang secara hati-hati mampu memperbaiki Investasi. Termasuk membuat Sistem Online untuk mengelola berbagai proses Administrasi, Seperti pengajuan Pajak, Pengajuan Izin Usaha dan Dokumentasi Bea Cukai.
Indonesia menawarkan Potensi pertumbuhan terbaik kepada Investor Asing untuk mereka yang mencari Komitmen Jangka panjang terutama untuk melengkapi Operasi di China. Lingkungan Bisnis Negara Indonesia juga merupakan Pasar Tenaga Kerja terbesar di ASEAN, Indonesia adalah Negara terpadat keempat di Dunia dengan Jumlah 272 Juta Jiwa dan Demografi Penduduk rata-rata berusia 30 Tahun.
Indonesia nemiliki 60% Penduduk berusia di bawah 40 tahun, yang menjadikan Indonesia sebagai Pasar Tenaga Kerja terbesar dengan Jumlah130 juta pekerja. Tahap perkembangan Negara menjadikannya Ideal dalam Menghasilkan Karya, Selain Produsen Mobil Indonesia juga sudah menjadi Produsen Garmen dan Tekstil Terbaik.
Dengan 55 Juta Pekerja yang dianggap Terampil dan Produktivitas, Jumlah Pekerja Indonesia Relatif rendah dibandingkan dengan mitra ASEAN. Pemerintah membutuhkan 100 Juta Pekerja Terampil di Tahun 2030 untuk menjadi Negara Ekonomi terbesar keempat di Dunia dalam hal keseimbangan Daya Beli.
Walaupun Indonesia merupakan salah satu Negara dengan Tingkat Upah terendah, Demi pengembangan Sumber Daya Manusia Pemerintah menawarkan Insentif Pajak kepada mereka yang mengadakan Magang atau Program Pelatihan. Insentif pajak Untuk tahun 2020-2021, Indonesia telah menurunkan tarif pajak penghasilan menjadi 22% dari 25% dan akan diturunkan menjadi 20% pada tahun 2022.
Tarif juga berlaku untuk Perusahaan yang menawarkan persyaratan minimum 40% dari total Modal Saham dan dikenakan pemotongan Pajak 5% dari tarif standar, Jadi mereka Hanya membayar 20%. Bagi Perusahaan yang memiliki Omset 50 Miliar dalam Setahun akan dikenakan pemotongan pajak sebesar 50% dari tarif standar, Sedangkan Perusahaan dengan Omset kotor yang tidak lebih dari 4,8 Miliar dikenakan pajak 0,5% dari Total Omset selama setahun terakhir.
Pemerintah telah mengeluarkan berbagai Insentif Pajak yang lebih besar untuk Investasi Asing, Pada Maret 2019 Pemerintah mengeluarkan PMK-32 yang memperluas Daftar layanan Ekspor dan berhak mendapatkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Berdasarkan PP 45/2019, Wajib Pajak yang berinvestasi di Industri Pionir dapat menikmati pengurangan pendapatan bersih sebesar 60% dari total Investasi mereka dalam bentuk Aset.
Wajib Pajak yang dimulai untuk Program Magang dan kegiatan Pelatihan Pekerja dapat menerima pengurangan pendapatan kotor hingga 200% dari total Biaya yang dikeluarkan. Indonesia merupakan bagian dari perjanjian Perdagangan Bebas (FTA) ASEAN dan perjanjian dengan banyak Negara, Ini memberikan berbagai manfaat seperti penghapusan atau pengurangan Tarif.
ditandatangani pada Tahun 1992 dengan tujuan menjadi Negara yang membawa Perubahan untuk ASEAN, Indonesia menjadi Basis Produksi untuk Pasar Global. Berdasarkan kesepakatan tersebut, ASEAN telah menerapkan aturan Tarif untuk Delapan Negara yang ditandatangani pada Tahun 2008. Delapan Negara itu adalah Indonesia, Malaysia, Iran, Pakistan, Nigeria, Bangladesh, Mesir, dan Turki. Tarif antara negara-negara itu telah diturunkan sekitar 25-8% untuk berbagai jenis Produk.
Perjanjian yang ditandatangani pada Tahun 2002 dan Tahun 2004, Ekspor Indonesia telah dibuka untuk Pasar China, Sekitar 90% Tarif Barang Impor telah dikurangi dan dihapuskan. Indonesia akan menghapus Bea masuk untuk 75% produknya dalam 10 tahun dan 10% Tarif dalam 14 tahun. PTA Indonesia dan Pakistan menandatangani perjanjian perdagangan yang diutamakan pada Tahun 2013. Perdagangan kedua Negara mencapai lebih dari 28 Triliun di Tahun 2019.
Pakistan yang menjadi pasar Ekspor Utama produk minyak sawit Indonesia, Kedua Negara bertujuan meningkatkan PTA menjadi FTA di Masa mendatang. Pada Oktober 2019 kesepakatan Chile telah menghapuskan 89% Tarif untuk Produk Indonesia, Sementara Indonesia menghapus 86% Tarif Impor dari Chile.
Produk Utama Indonesia yang diimpor Chile berupa Minyak sawit, Produk Otomotif, Alas Kaki, Furnitur dan Produk Tekstil. Perjanjian Kemitraan Ekonomi Indonesia dengan Jepang (IJEPA), Sudah mulai berlaku pada Juli 2008. Indonesia menghapus 93% dari 11.000 Tarifnya untuk barang-barang Jepang, Sedangkan Jepang menghapus 90% dari 9.000 Tarifnya untuk Produk Indonesia, Kedua Negara akan meningkatkan IJEP.
Indonesia ingin mengembangkan sektor manufakturnya dan mengubah kemampuan manufakturnya, yang bernilai rendah menjadi Produk yang bernilai Tinggi. Pemerintah berharap hal tersebut dapat tercapai melalui pengembangan Industri Otomotif, manufaktur Kimia dan Elektronik. Melalui Roadmap Making Indonesia 4.0. Sektor tersebut telah menyumbang 20% dari PDB dan mempekerjakan 15% Tenaga Kerja, Dengan tujuan agar Pemerintah dapat meningkat menjadi 25% dari PDB untuk Tahun 2030.
Menjadikan Indonesia sebagai Pusat Manufaktur di Tahun 2030 yang bersaing dengan Jerman dan Korea Selatan. Produksi Utama Indonesia adalah Elektronik, Otomotif, Tekstil dan Garmen, Alas Kaki, Bahan Kimia, Makanan dan Minuman. Pusat Manufaktur di Indonesia terletak di Pulau Jawa yang menyumbang 58% dari total PDB, Pemerintah akan mencoba untuk memperluas Tempat ke Daerah lain.
Selama Masa Jabatan Pertama Presiden Joko Widodo (2014-2019), Presiden mengumumkan rencana Infrastruktur senilai 4,9 Triliun. Sekarang memasuki Masa Jabatan keduanya, Pemerintah bermaksud untuk menghabiskan 5,6 Triliun lagi untuk Proyeki Infrastruktur di seluruh Negeri.
Selain Pembangunan 25 Bandara Baru, Fasilitas Limbah menjadi Energi dan Proyek Angkutan Massal, Pemerintah juga akan membangun 2.600 km Jalan Raya Baru dan membangun Pembangkit Listrik 35.000 MW. Proyek Infrastruktur selanjutnya untuk pembangunan Ibu Kota Baru di Pulau Kalimantan yang akan dimulai pada Tahun 2021 dengan Biaya 462 Miliar. Sekitar 40% dari Biaya Proyek tersebut, Akan dibiayai oleh Pemerintah sebesar 25% melalui Perusahaan Negara dan sisanya dari Sektor Swasta.
Industri Ekonomi Digital untuk Tahun 2025 yang diperkirakan bernilai 1,8 Triliun, Menjadikan Indonesia Negara Ekonomi terbesar di ASEAN. Pada Juni 2020, Direktur Jenderal Pajak Negara mengeluarkan Peraturan 12/2020, yang mengatur Kriteria bagi Penyedia Layanan Digital Asing untuk memungut PPN di Indonesia. Mulai Juli 2020, Ttarif PPN sebesar 10% akan dikenakan untuk Bisnis yang memiliki Ekonomi penting di Indonesia. termasuk Perusahaan yang meliputi penyedia Perangkat Lunak, Multimedia dan Perusahaan data besar.
Meskipun Indonesia menjadi ekonomi berbasis Uang Tunai terbesar kedua di Dunia, Karena pandemi telah memaksa masyarakat untuk merangkul lebih banyak Solusi Digital. Perawatan kesehatan dan Farmasi Mengingat ukuran pasarnya yang besar, Sektor Perawatan Kesehatan Indonesia menghadirkan peluang yang menggiurkan bagi Investor Asing.
Pengeluaran tahunan Pemerintah untuk Perawatan Kesehatan telah Membesar sejak penerapan Program Perawatan Kesehatan Universal (BPJS) pada tahun 2014, yang kini telah berkembang menjadi yang terbesar di Dunia. Sekitar 200 Juta Orang, Setiap Warga diwajibkan untuk bergabung. Hal ini awalnya berlaku untuk Makanan dan Minuman, tetapi Kosmetik dan Produk Obat-Obatan juga akan berlaku untuk Tahun 2022. Pemerintah telah memulai dorongan untuk menjadikan Indonesia sebagai Pasar Halal Internasional terbesar di Dunia.