Selama dua Dekade terakhir, Perspektif Internasional telah melihat Pergeseran tentang Hukuman Fisik dari Orang Tua terhadap Anak, Pada Tahun 1990, Penelitian menunjukkan adanya Hubungan antara Hukuman Fisik dan hasil Perkembangan yang Negatif. Oleh sebab itu, Kesepakatan tentang Hak Anak di tindaklanjuti oleh Sidang Umum PBB. Walaupun Hukuman Fisik Dilarang Keras Oleh Dunia, Tetapi hanya empat Negara yang melarang Hukuman Fisik di semua Lingkungan, Pada Tahun 2000, Kesepakatan tersebut telah di Proses oleh 191 dari 196 Negara di Dunia, 11 di antaranya telah melarang semua Hukuman Fisik.
Penelitian menunjukkan Risiko yang sangat kuat terkait dengan Hukuman Fisik, konvensi itu telah digabungkan ke dalam Kerangka Hukum dan Kebijakan di banyak Negara. Ada 31 Negara yang telah memberlakukan Larangan terhadap Hukuman Fisik terhadap Anak-Anak mereka. Penelitian, Konvensi dan Reformasi Hukum telah mengubah Tata Cara dan Sudut Pandang tentang Hukuman Fisik.
Bukti yang semakin kuat dan Pengakuan Hak-Hak Anak telah membawa Hal itu ke titik Sejarah, Dokter yang akrab dengan Penelitian, sekarang dapat mendorong Orang Tua untuk melakukan Pendekatan dengan Membina secara disiplin. Orang Tua dapat menggunakan Pengaruh Mereka untuk Memandu Aspek lain dari Perkembangan Anak. Dengan demikian, Dokter akan memperkuat Kesejahteraan Anak dan Hubungan Orang Tua kepada Anak di Tingkat Populasi.
Analisis Penelitian tentang Hukuman Fisik selama Dua Dekade terakhir, membantu Dokter untuk berperan penting dalam Hal tersebut. 20 Tahun yang lalu, Hukuman Fisik terhadap Anak-Anak secara Umum diterima di seluruh Dunia, dan dianggap sebagai Metode yang tepat untuk memperoleh Kepatuhan Perilaku yang secara Konsep berbeda dari Pelecehan Fisik. tetapi Perspektif itu mulai berubah ketika Penelitian menemukan ketidakcocokan Hubungan antara Hukuman Fisik dengan Norma, Tingkah Laku Anak, Kenakalan, dan Penyerangan di kemudian hari.
Beberapa dari studi itu melibatkan sejumlah Perwakilan besar dari Amerika Serikat, seperti Stres Orang Tua dan Status Sosial Ekonomi. Studi Meneliti Potensi Penalaran Orang Tua untuk mengurangi Kekerasan dalam Hukuman Fisik dan Agresi Anak. Walaupun Hukuman Fisik dikaitkan dengan Tingkat Agresi yang lebih tinggi terhadap Orang Tua, Saudara Kandung, Teman Sebaya, dan Pasangan.
Hukuman Fisik dan Agresi Masa Kanak-Kanak secara Statistik dikaitkan karena Anak-Anak yang lebih Agresif yang mungkin akan mendapatkan Hukuman Fisik lebih tinggi. Meskipun itu suatu kemungkinan, Penelitian mulai menunjukkan bahwa Hukuman Fisik dapat menimbulkan Agresi pada Anak. Eksperimen Awal telah menunjukkan Rasa Sakit akan menimbulkan Agresi Refleksif.
Dalam sebuah Studi Pengobatan, Forgatch menunjukkan bahwa Pengurangan disiplin keras yang digunakan oleh Orang Tua untuk anak laki-laki, akan berisiko terhadap Perilaku Antisosial, Meskipun Hal itu diikuti oleh Penurunan Agresi anak-anak mereka. Penemuan tersebut mendorong Para Peneliti untuk mengidentifikasi mekanisme yang menghubungkan Hukuman Fisik dengan Agresi Anak.
Pada Tahun 1990-an, diakui bahwa Metode kausalitas yang biasanya ditunjukkan dalam Studi ilmiah dan uji coba Kontrol acak, Memiliki Penerapan terbatas untuk mempelajari Hukuman Fisik pada anak-anak, Meskipun uji coba terkontrol secara acak dapat digunakan untuk mempelajari Efek Pengurangan Hukuman Fisik. Uji coba tersebut tidak dapat digunakan untuk mempelajari Efek dari Penerapan Hukuman karena tidak Etis, untuk menugaskan anak-anak ke dalam Kelompok yang Menerima Perlakuan menyakitkan.
Ketika Penelitian menunjukkan bahwa Rasa Sakit tersebut menimbulkan Bahaya yang tidak sebanding dengan Manfaat Potensial. Beberapa uji coba kontrol acak, menunjukkan Hukuman Fisik tidak lebih Efektif daripada metode lain dalam memperoleh Kepatuhan. Dalam satu Penelitian, rata-rata delapan Pukulan dalam satu sesi diperlukan untuk memperoleh kepatuhan, dan tidak ada dukungan untuk perlunya hukuman fisik dilakukan yang memukul terus-menerus.
Untuk menjawab pertanyaan kausalitas dalam batas-batas Etika, Para Peneliti merancang Studi Prospektif yang melibatkan anak-anak yang memiliki tingkat Agresi atau Perilaku Antisosial yang setara di awal Penelitian. Selain itu, teknik pemodelan Statistik yang semakin canggih diterapkan pada Studi Korelasional untuk membantu Pemahaman tentang Hasil. Studi itu mengubah cara Penelitian Hukuman Fisik selama Dekade berikutnya dan mengubah Perdebatan Sudut Pandang.
Mengatasi penyebab dan memperluas Fokus salah satu Studi Prospektif besar pertama ada pada Tahun 1997, tentang mengontrol Tingkat Awal Perilaku Antisosial Anak, Jenis Kelamin, Status Sosial Ekonomi Keluarga, Tingkat Dukungan Emosional dan Stimulasi Kognitif di rumah. Bahkan dengan Kontrol itu, Hukuman Fisik antara Usia Enam dan Sembilan Tahun, Tingkat Perilaku Antisosial Anak yang lebih tinggi diprediksi akan terjadi dua Tahun kemudian.
Studi prospektif selanjutnya menghasilkan hasil yang serupa, apakah mereka mengontrol Usia Orang Tua, Usia Anak, Ras, Struktur Keluarga, Ekonomi Keluarga, Dukungan Emosional, Stimulasi Kognitif, Jenis Kelamin, dan interaksi. Studi itu memberikan bukti terkuat bahwa Hukuman Fisik merupakan Faktor dari Risiko Agresi Anak dan Perilaku Antisosial. Sebuah Meta-Analisis penting yang diterbitkan pada Tahun 2002, menunjukkan bahwa, dari 27 penelitian tentang Hukuman Fisik dan Agresi Anak yang dilakukan pada saat itu, yang memenuhi Kriteria Meta-Analisis, semuanya menemukan Hubungan yang Positif, terlepas dari ukuran sampel, Lokasi Studi, Usia Anak-Anak atau Variabel lainnya.
Hampir semua Studi yang dirancang secara memadai dilakukan sejak Meta-Analisis menemukan Hubungan yang sama, Dalam uji coba terkontrol secara acak dari intervensi untuk mengurangi perilaku anak yang sulit. Lebih dari 24 Orang Tua, dari 500 Keluarga dilatih untuk mengurangi Penggunaan Fisik mereka dan menghukum. Penurunan yang sejajar terlihat pada Perilaku sulit anak-anak dalam Kelompok Perlakuan yang sebagian besar dijelaskan oleh Orang Tua dalam Pengurangan Penggunaan Hukuman Fisik.
Hasil Konsisten menunjukkan Hukuman Fisik memiliki Efek Kausal langsung pada Perilaku Eksternal, baik melalui Respons Refleksif terhadap Rasa Sakit, dan proses keluarga yang memaksa. Penelitian tentang Hukuman Fisik telah berkembang melampaui efeknya pada Agresi Anak, Studi menunjukkan Hubungan antara Hukuman Fisik dengan Kesehatan Mental, Cedera Fisik, Hubungan Orang tua-anak dan Kekerasan Keluarga di Masa Dewasa.
Salah satu Penelitian pertama, mengaitkan Tamparan di Masa Kanak-Kanak dengan Gangguan kejiwaan di Masa Dewasa. Dalam sampel besar di Kanada, sejak itu temuannya semakin didukung oleh banyak Penelitian. Hukuman Fisik dikaitkan dengan berbagai Masalah Kesehatan Mental pada Anak-Anak, Remaja dan Orang Dewasa. Hal itu termasuk karena Depresi, Ketidakbahagiaan, Kecemasan, Perasaan Putus Asa, Penggunaan Narkoba dan Alkohol, dan Ketidaksesuaian Psikologis secara umum.
Hubungan itu dapat dimediasi oleh Gangguan dalam keterikatan Orang tua-anak akibat Rasa Sakit yang ditimbulkan dari Cara mengasuh. Sebab itu terjadi karena Peningkatan Kadar Kortisol atau Gangguan Kimiawi pada Mekanisme Otak untuk mengatur Stres, Para Peneliti juga menemukan bahwa Hukuman Fisik terkait dengan Perkembangan Kognitif yang lebih lambat dan berdampak Buruk pada Pencapaian Akademis.
Temuan itu berasal dari Studi Longitudinal besar yang mengontrol berbagai Pembaur Potensial, Hasil menarik sekarang muncul dari Studi Neuroimaging, yang menunjukkan Hukuman Fisik dapat mengurangi Volume Materi abu-abu Otak di Area yang terkait dengan Kinerja pada Skala Kecerdasan Dewasa. Wechsler, edisi ketiga (WAIS-III), Dalam iklan itu, Hukuman Fisik dapat menyebabkan Perubahan pada Daerah Dopaminergik yang terkait dengan kerentanan terhadap Penyalahgunaan Narkoba dan Alkohol.
Semua temuan itu konsisten dengan literatur yang berkembang tentang Dampak Pengalaman Masa Kanak-Kanak yang merugikan Perkembangan Neurologis, Kognitif, Emosional dan Sosial, serta Kesehatan Fisik. Meskipun beberapa Penelitian menemukan Hubungan yang dimoderasi oleh faktor-faktor lain, tidak ada Penelitian yang menemukan Hukuman Fisik memiliki Efek Positif jangka panjang.
Sebagian besar Penelitian menemukan Efek Negatif dan Perubahan besar lainnya dalam Pandangan Luas, yang dipicu oleh pertanyaan tentang Hukuman Tradisional dan dikotomi pelecehan. Hasil Penelitian yang mulai terkumpul pada Tahun 1970-an, Menunjukkan sebagian besar Penganiayaan Fisik adalah Hukuman Fisik yang terkait dalam maksud, bentuk, dan akibat. Sejak itu Penganiayaan anak mengklarifikasi temuan tersebut.
Siklus pertama Studi Insiden Kanada tentang Pelecehan dan Penelantaran Anak yang Dilaporkan CIS pada Tahun 1998, menunjukkan bahwa 75% Pelecehan Fisik dibuktikan terhadap anak-anak terjadi selama Hukuman Fisik dilakukan. Temuan itu direplikasi dalam Siklus kedua Penelitian CIS pada Tahun 2003, di mana Penelitian besar Kanada lainnya menemukan bahwa Anak-Anak yang dipukul oleh Orang Tua mereka sebanyak Tujuh Kali, lebih mungkin diserang oleh Orang Tua mereka, seperti ditinju atau ditendang daripada Anak-Anak yang tidak dipukul.
Dalam sebuah penelitian di Amerika, bayi di tahun Pertama Kehidupan mereka yang telah dipukul oleh orang tuanya memiliki kemungkinan 2,3 kali lebih besar Mengalami Cedera yang memerlukan Perhatian Medis. Studi tentang Dinamika Penganiayaan Fisik anak telah menjelaskan proses itu, yang melibatkan Orang Tua menghubungkan Konflik dengan keinginan keras anak atau Penolakan, serta Dinamika keluarga yang memaksa, dan Respons Emosional.
Semakin banyak bukti yang mengaitkan hasil Negatif jangka panjang dengan Hukuman Fisik, Banyak Negara telah berkontribusi pada pergeseran Persepsi Global terhadap Praktik tersebut. Di Kanada, lebih dari 400 Organisasi telah mendukung Pernyataan Bersama tentang Hukuman Fisik Anak dan Remaja. Di negara lain, Reformasi Legislatif telah dilembagakan untuk melindungi anak-anak dengan lebih baik, dan Mendampingi perubahan menjadi penekanan yang semakin besar pada Pengembangan Model disiplin Positif, yang mengandalkan Resolusi Konflik tanpa Kekerasan dan Hasil yang Efektif.
Mempromosikan pola asuh tanpa Kekerasan untuk Masa Depan, memiliki banyak bukti bahwa memberikan Dukungan dan Pendidikan kepada Orang Tua dapat mengurangi Penggunaan Hukuman Fisik dan Perilaku Eksternal Anak. Sebagian besar Program yang telah dievaluasi berbasis Perilaku, dengan asal mula dari Karya Patterson dan kolega, Dalam program itu, Orang Tua diajarkan untuk mengamati Perilaku Anak-Anak mereka, berkomunikasi dengan Jelas, dan menerapkan Konsekuensi yang tidak terduga.
Meta-Analisis Studi yang mengevaluasi Program-Program itu menunjukkan Efek Positif pada Kompetensi, Kemanjuran dan Kesehatan Psikologis Orang Tua, serta pada Perilaku Anak-Anak mereka. Studi Implementasi tentang Strategi Pengasuhan dan Dukungan Keluarga menunjukkan bahwa, Keluarga dalam Kelompok Perlakuan memiliki Kasus Penganiayaan anak yang terbukti, Cedera Pelecehan, dan Penempatan di luar rumah yang jauh lebih sedikit.
Konsistensi temuan Penelitian tentang Hukuman Fisik dan disiplin Positif, di dukung untuk berkembang dalam tujuan Konvensi Hak Anak, yang berdampak besar pada Pandangan Penyedia Layanan Kesehatan. The Canadian Pediatric Society, sangat tidak menyarankan Penekanan dan Penggunaan Hukuman Fisik pada Anak-Anak, termasuk tamparan dan memukul. American Academy of Pediatrics, memperingatkan Hukuman Fisik memiliki efektivitas yang terbatas, dan memiliki Efek Samping yang berpotensi merusak, dan merekomendasikan Orang Tua akan didorong dan dibantu dalam Pengembangan Metode selain Memukul Pantat, untuk Mengelola Perilaku yang tidak diinginkan.
Sekarang sudah 31 tahun sejak Kanada meratifikasi Konvensi Hak Anak, yang menyerukan Penghapusan semua bentuk Kekerasan terhadap Anak, termasuk Hukuman Fisik. Perdebatan telah bergerak melampaui Diskusi tentang hasil, Kausalitas, Etika dan hak Asasi Manusia. Konteks baru untuk memeriksa Hukuman Fisik itu telah mendorong Perubahan Hukum, kebijakan, dan sikap di seluruh Dunia.
Semakin banyak Negara yang menghapuskan Penggunaan Hukuman Fisik untuk melindungi Anak-Anak dengan lebih baik, dan mengalihkan Fokus Orang Tua dari Hukuman menjadi Bimbingan yang Efektif dan disiplin. Bukti Kombinasi Reformasi Hukum dan Pendidikan Publik lebih Efektif daripada Strategi itu sendiri, dalam mengubah Sikap dan Perilaku Orang Tua.
Dokter yang memiliki Tanggung Jawab Utama untuk menerjemahkan Penelitian dan Bukti menjadi Pedoman bagi Orang Tua dan Anak-Anak. Mereka adalah Suara yang Kredibel dan berpengaruh untuk memajukan Pendidikan dan Kebijakan Publik tentang Kesehatan Penduduk. Dokter dapat mendidik Orang Tua tentang Perkembangan Anak untuk mengurangi Tanggapan Marah dan menghukum terhadap Perilaku Normatif Anak, dan memberikan Sumber Daya tentang disiplin yang Positif.
Selain itu, Dokter dapat merujuk Orang Tua ke Program Kesehatan Masyarakat, Pusat Sumber Daya, Program Pengasuhan Anak yang Positif, dan Profesional Klinis lainnya untuk Dukungan lebih lanjut. Dokter dapat terlibat dengan Profesional lain untuk mengirimkan pesan yang jelas dan tidak Ambigu pada Tingkat Populasi. Akhirnya, Dokter dapat mendesak Pemerintah Federal untuk menghapus pasal 43 dari KUHP, yang memberikan Pembenaran Hukum untuk Penggunaan Hukuman Fisik. Dengan adanya Hal itu, tidak akan merusak Inisiatif Pendidikan Publik.
Pernyataan Bersama tentang Hukuman Fisik Anak dan Remaja, ditemukan Bukti yang jelas dan meyakinkan bahwa Hukuman Fisik terhadap Anak-Anak dan Remaja, tidak memainkan Peran yang berguna dalam Pengasuhan mereka, dan hanya akan menimbulkan Risiko bagi Perkembangan mereka. Kesimpulannya sama-sama menarik, Orang Tua harus didorong dengan kuat untuk mengembangkan Pendekatan Alternatif dan Positif, Kemudian disiplin yang Efektif bertumpu pada Harapan yang jelas sesuai Usia Anak, Hubungan Komunikasi yang saling percaya, dan Lingkungan yang aman.
Kesimpulan
Saat ini, Hukuman Fisik tidak lagi diterima sebagai Langkah yang Efektif dalam mendisiplinkan anak. Berdasarkan Pasal 19, 28, dan 37 CRC, hal itu dianggap sebagai Pelanggaran Hak Anak. Meskipun Hukuman Fisik Dilarang Keras Oleh Dunia Sejak Tahun 2006, PBB telah menghimbau semua Negara untuk melakukan Reformasi Hukum yang terkait dengan Pelarangan Undang-Undang itu di semua Aturan. Hingga saat ini, Indonesia dinilai sebagai Negara yang masih menerapkan Hukuman Fisik terhadap Anak.
Meskipun demikian, Pemerintah Indonesia telah menolak Peninjauan tersebut, dan bersikeras bahwa Kebijakan Pidana saat ini cukup untuk melindungi Anak-Anak dari Perbuatan tersebut. Kenyataannya, Penerapan Kebijakan Pidana terhadap Hukuman Fisik saat ini masih menemui kendala dalam Penegakan Hukum. Misalnya, Hukum terhadap Kasus Aop Saopuddin dan Dharmawati yang ternyata telah melampaui batasan Hukum Pidana itu sendiri, dan menimbulkan ketidakadilan bagi Guru.
Hal itu memberikan Analisis Kualitatif Kebijakan Pidana di Indonesia terkait Kekerasan Fisik terhadap Anak. Disini hanya membahas satu masalah, apakah Kebijakan Pidana Indonesia saat ini sudah tepat untuk mengatasi Hukuman Fisik terhadap anak? Pertanyaan Ini bukan tanda tanya Besar bagi legislator untuk mengevaluasi kembali sekaligus meningkatkan Kualitas Kebijakan bermasyarakat, dalam Rangka mengatasi Hukuman Fisik terhadap anak secara adil.