Pada saat melemahnya kekuasaan Soekarno setelah terjadinya peristiwa G30S/PKI, Soekarno menyerahkan kekuasaannya kepada Soeharto demi keamanan dan stabilitas negara yang disebut sebagai Era Orde Baru. Berikut ini adalah Sistem Pemerintahan Indonesia Era Orde Baru saat Soeharto menjabat sebagai Presiden.
Orde Baru adalah sebutan bagi masa Pemerintahan Presiden Soeharto. Pada saat dikeluarkan Surat Perintah 11 Maret 1996 (Supersemar), Soeharto telah resmi menjadi Presiden Indonesia setelah Soekarno mengakhiri Era Orde Lama dengan membacakan Supersemar untuk melanjutkan pemerintahan pada Era Orde Baru.
Setelah Indonesia menyatakan kemerdekaannya hingga pada akhirnya Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia, kondisi dalam negeri sangatlah tidak stabil. Adanya persaingan antara kelompok-kelompok politik di Indonesia membuat keadaan semakin sulit dikendalikan.
Kemudian, Soekarno memutuskan untuk mengganti sistem pemerintahan Parlemen menjadi Demokrasi Terpimpin. Keputusan perubahan sistem pemerintahan telah memperparah keadaan dengan adanya persaingan antara angkatan bersenjata dengan Partai Komunis Indonesia yang pada saat itu telah berniat mempersenjatai diri.
1 Indonesia Tahun 1966-1998

Pada sebelum terjadinya peristiwa Gerakan 30 September serta mengakibatkan dihapuskan Partai Komunis Indonesia dari Indonesia membuat kekuasaan Soekarno perlahan-lahan mulai melemah. Soekarno yang sadar akan hal itu, ia langsung mengeluarkan Supersemar demi keamanan negara Indonesia.
2 Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar)
Surat Perintah 11 Maret (Supersemar) adalah surat perintah yang ditandatangani langsung oleh Presiden Republik Indonesia Ir. Soekarno pada tanggal 11 Maret 1966. Surat perintah tersebut berisikan perintah yang mengintruksikan Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) Soeharto untuk mengambil segala tindakan yang dianggap diperlukan untuk mengatasi situasi keamanan negara.
Dengan informasi yang sangat minim tentang kejadian dikeluarkannya Surat Perintah 11 Maret ini, bahkan dalam catatan buku-buku Sejarah Indonesia. Sebagian kalangan sejarawan Indonesia mengatakan bahwa terdapat berbagai jenis Supersemar dalam versi lain dan Markas Besar Angkatan Darat sehinggan surat perintah yang dikeluarkan tersebut hingga saat ini masih ditelusuri kebenarannya.
Berbagai usaha telah dilakukan oleh Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) untuk mendapatkan kebenaran mengenai surat perintah tersebut. ANRI telah berulang kali meminta kebenaran surat perintah itu kepada Jendral (Purn) M. Jusuf yang merupakan saksi terakhir hingga akhir hayatnya pada tanggal 8 September 2004, namun tak pernah menemui titik terangnya.
ANRI juga pernah meminta bantuan kepada Menteri Sekretaris Negara Prof. Muladi, Drs. M. Jusuf Kalla serta M. Saelan, bahkan meminta bantuan kepada DPR pun untuk memanggil M. Jusuf, namun permintaan itu hinggan saat ini tak pernah terwujud. Satu-satunya saksi kuncinya adalah Presiden Republik Indonesia Ke-2 Soeharto, namun dengan wafatnya Soeharto pada tanggal 27 Januari 2008 membuat sejarah Supersemar semakin sulit tuk mengungkap kebenarannya.
Berikut adalah isi Surat Perintah 11 Maret 1966 dalam berbagai versi berbeda :

3 Pembubaran Partai Komunis Indonesia
Setelah dikeluarkannya Surat Perintah 11 Maret, Soeharto langsung mengambil beberapa tindakan. Pada 12 Maret 1966, Soeharto mengeluarkan sebuah surat keputusan yang berisikan tentang pembubaran dan melarang keberadaan Partai Komunis Indonesia (PKI) serta ormas-ormas yang bersenada dengan PKI untuk beraktivitas dan hidup di Republik Indonesia.
Pada 18 Maret 1966, Soeharto mengamankan 15 menteri yang dinilai terlibat dalam peristiwa G30S/PKI dan diragukan etika baiknya yang dijelaskan dalam Keputusan Presiden No. 5 Tanggal 18 Maret 1966. Kemudian Soeharto memperbaharui Kabinet Dwikora yang disempurnakan dan membersihkan lembaga legislatif, termasuk MPRS dan DPRGR dari orang-orang yang dianggap terlibat dalam G30S/PKI.
PKI yang pada saat itu menduduki kursi MPRS telah dinyatakan gugur. Peran dan kedudukan MPRS telah dikembalikan sesuai dengan UUD 1945, yaitu MPRS berada dibawah Presiden. Pada kedudukan DPRGR, terhitung ada 62 orang anggota yang telah diberhentikan masa jabatannya. Kemudian Soeharto memisahkan jabatan pemimpin DPRGR dengan jabatan eksekutif sehinggan pimpinan DPRGR tidak lagi diberikan kedudukan sebagai menteri.
Pada 20 Juni 1966, diselenggarakannya Sidang Umum IV dengan hasil sebagai berikut :
- Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966 Tentang Pengesahan dan Pengukuhan Supersemar.
- Ketetapan MPRS No. X/MPRS/1966 Tentang mengatur Kedudukan Lembaga-Lembaga Negara Tingkat Pusat dan Daerah.
- Ketetapan MPRS No. XII/MPRS/1966 Tentang Kebijaksanaan Politik Luar Negeri RI Bebas Aktif.
- Ketetapan MPRS No. XIII/MPRS/1966 Tentang Pembentukan Kabinet Ampera.
- Ketetapan MPRS No. XIX/MPRS/1966 Tentang Peninjauan Kembali Tap. MPRS yang Bertentangan dengan UUD 1945.
- Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 Tentang Sumber Tertib Hukum RI dan Tata Urutan Perundang-undangan di Indonesia.
- Ketetapan MPRS No. XXV/MPRS/1966 Tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia dan Pernyataan Partai Komunis Indonesia dan Ormas-Ormasnya sebagai Organisasi Terlarang di Indonesia.
4 Pembentukan Kabinet Ampera
Dengan adanya Tri tura (Tri Tuntutan Rakyat) dan dengan adanya Ketetapan MPRS No. XII/MPRS/1966, Soeharto telah membentuk kabinet baru yang dinamakan Kabinet Ampera. Tugas utama dari kabinet ini adalah untuk menciptakan stabilitas ekonomi dan stabilitas politik atau disebut dengan Dwidarma Kabinet Ampera.
Kabinet Ampera telah membuat rancangan program kerja yang disebut dengan Caturkarya Kabinet Ampera, yaitu sebagai berikut :
- Memperbaiki perikehidupan rakyat terutama di bidang sandang dan pangan.
- Melaksanakan pemilihan umum dalam batas waktu seperti tercantum dalam Ketetapan MPRS No. XI/MPRS/1966 (5 Juli 1968).
- Melaksanakan politik luar negeri yang bebas dan aktif untuk kepentingan nasional sesuai dengan Ketetapan MPRS No. XI/MPRS/1966.
- Melanjutkan perjuangan antiimperialisme dan antikolonialisme dalam segala bentuk dan manifestasinya.
Kabinet Ampera dipimpin oleh Presiden Soekarno, namun pelaksanaannya diperintah langsung oleh Presidium Kabinet yang dipimpin oleh Soeharto. Hal itu mengakibatkan timbulnya permasalahan dualisme kepemimpinan yang membuat kondisi politik menjadi tak stabil karena Soekarno pada saat itu masih memiliki pengaruh politik, namun perlahan-lahan kekuasaannya telah dilemahkan.
Lalu pada 22 Februari 1967, Presiden Soekarno menyerahkan kekuasaan penuh kepada Soeharto demi mengatasi konflik yang semakin memuncak pada saat itu. Penyerahan itu tertuang dalam Pengumuman Presiden Mandataris MPRS, Panglima Tentara ABRI Tanggal 20 Februari 1967.
Pengumuman itu didasarkan dalam Ketetapan MPRS No. XV/MPRS/1966 yang menyatakan apabila presiden berhalangan, maka pemegang SuratPerintah 11 Maret 1966 berfungsi sebagai pemegang jabatan presiden. Pada tanggal 7 Maret 1967 hingga 12 Maret 1967 di Jakarta, diselenggarakanlah Sidang Istimewa MPRS yang resmi mengangkat Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia.
5 Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita)
Pada mulainya Pemerintahan Orde Baru, perekonomian Indonesia dalam masa terpuruknya karena akibat konflik yang terjadi di akhir masa Pemerintahan Orde Lama. Untuk memperbaiki perekonomian negara, Soeharto membuat program jangka pendek berdasarkan Tap. MPRS No. XXII/MPRS/1966 yang mengarah kepada pengendalian inflasi dan usaha rehabilitasi saran ekonomi, peningkatan kegiatan ekonomi serta pencukupan kebutuhan sandang.
Pada 1 April 1969, untuk mengatasi permasalahan yang terjadi pada saat itu, Soeharto menciptakan sebuah landasan yang bertujuan untuk membangun kembali perekonomian negara yang disebut sebagai Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) dan mulai dilaksanakan pada tahun 1969.
Berikut adalah hasil Repelita yang telah berjalan dari tahun ke tahun :
- Repelita I (1 April 1969 – 31 Maret 1974), perekonomian negara meningkat dari rata-rata 3% menjadi 6,7% per tahunnya, pendapatan perkapita meningkat dari 80 Dollar USA menjadi 170 Dollar USA dan inflasi dapat ditekan menjadi 47,8%.
- Repelita II (1 April 1974 – 31 April 1979), pencapaian pertumbuhan ekonomi seperti pangan, sandang, sarana prasarana, luasnya lapangan kerja dan stabilitas nasional.
- Repelita III (1 April 1979 – 31 Maret 1984), pemerataan pembangunan dengan penekanan pada sektor pertanian dan industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku serta keberhasilan Indonesia mencapai status swasembada beras.
- Repelita IV (1 April 1984 – 31 Maret 1989), mempertahankan kemajuan di sektor pertanian dan mulai memusatkan kepada sektor perindustrian.
- Repelita V (1 April 1989 – 31 Maret 1994), berhasil menghasilkan barang-barang ekspor, perindustrian yang menyerap adanya tenaga kerja, pengolahan hasil pertanian dan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin kebutuhan perindustrian.
6 Sewasembada Beras
Pada masa Pemerintahan Orde Baru, sektor pertanian telah mengalami perkembangan. Sektor pertanian dianggap sebagai kethanan pangan untuk prasyarat utama kestabilan ekonomi serta politik. Sektor ini berkembang pesat setelah pemerintahan membangun berbagai prasarana pertanian seperti ingasi dan perhubungan, teknologi pertanian hingga penyuluhan bisnis dengan memberikan kepastian pemasaran hasil produksi melalui lembang yang disebut sebagai Bulog (Badan Urusan Logistik).
Berikut adalah peningkatan produksi hasil-hasil pertanian pada tahun 1968 hingga 1992 :
- Pada tahun 1962, produksi padi telah mencapai 17.156 ribu ton.
- Pada tahun 1992, produksi hasil padi berhasil meningkat 3 kali lipat menjadi 47.293 ribu ton.
Peningkatan produksi pertanian telah banyak peningkatan dari 95,9 kg menjadi 154,0 kg per jiwa. Peningkatan ini merupakan prestasi besar pada masa periode Orde Baru karena mengingat Indonesia pernah menjadi salah satu negara pengimpor beras terbesar di dunia pada tahun 1970-an.
7 Pemerataan Kesejahteraan Penduduk
Pemerintahan Orde Baru juga berusaha melakukan pemerataan kesejahteraan penduduk melalui program penyediaan pangan, paningkatan gizi, pemerataan pelayanan kesehatan, Keluarga Berencana (KB), pendidikan dasar, penyediaan air bersih serta pembangunan perumahan sederhana.
Berikut hasil dari program pemerataan kesejahteraan penduduk :
- Pada tahun 1970-an hingga tahun 1990-an, penduduk Indonesia berkurang dari 60% hingga 15%.
- Pada tahun 1969 hingga 1993, pendapatan perkapita meningkat dari 70 dollar/tahun menjadi 600 dollar/tahun.
- Pada tahun 1970-an hingga tahun 1992, peningkatan usia harapan hidup meningkat dari 50 tahun menjadi 60 tahun, angka kematian bayi menurun dari 142 untuk setiap 1.000 kelahiran hidup menjadi 63 untuk setiap 1.000 kelahiran hidup dan jumlah penduduk telah dikendalikan melalui program Keluarga Berencana (KB).
- Pada tahun 1970-an hingga tahun 1990-an, laju pertumbuhan penduduk berhasil menurun dari 2.3%/tahun menjadi 2,0%/tahun.
8 Dwi Fungsi ABRI
Pada masa Pemerintahan Orde Baru, ABRI yang selain menjadi angkatan darat, ABRI juga memegang fungsi politik serta menjadikan ABRI sebagai organisasi politik terbesar di Indonesia yang disebut dengan Dwi Fungsi ABRI. Peran ganda ABRI ini berawal dari pemikiran bahwa TNI adalah tentara pejuang dan pejuang tentara.
Kedudukan TNI dan Polri dalam pemerintahan adalah sama. ABRI mendapatkan kursi di DPR dan MPR dengan pengangkatannya tanpa melalui pemilu. Pengangkatan anggota MPR/DPR dari ABRI dasarnya berfungsi sebagai stabilitator dan dinamisator. Namun peran dinamisator telah diperankan ABRI sejak perang setelah Indonesia menyatakan kemerdekaannya.
Sistem Dwi Fungsi ABRI ini membuat munculnya kontroversi di dalam ABRI. Banyaknya perwira yang berusia muda menganggap bahwa adanya sistem ini membuat berkurangnya profesionalitas ABRI. Dalam pendidikan sosial dan politik di akademi militer, sistem itu mengakibatkan waktu mempelajari strategi militer menjadi berkurang.
9 Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4)
Pada 12 April 1976, Presiden Soeharto mengemukakan sebuah gagasan mengenai pedoman untuk menghayati dan mengamalkan pancasila yang disebut dengan Ekaprasatya Pancakarsa atau Pedomanan Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4).
Pada tahun 1978, untuk mendukung pelaksanaan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen, pemerintah mulai menerapkan Penataran P4 secara menyeluruh kepada semua lapisan masyarakat agar persatuan dan kesatuan NKRI akan tetap terbentuk dan terpelihara.
Kemudian pada tahun 1985, pemerintah mulai menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal dalam kehidupan berorganisasi. Dengan maksud semua bentuk organisasi harus menggunakan asas Pancasila, apabila menolak Pancasila sebagai asas tunggal organisasinya, maka itu merupakan pengkhianatan terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sesuai gagasan tersebut, dengan demikian Penataran P4 merupakan suatu bentuk idokrtrinasi ideologi dan Pancasila menjadi bagian dari sistem kepribadian, sistem budaya dan sistem sosial masyarakat Indonesia. Adanya Pancasila memiliki kesakralan (kesaktian) yang tidak bisa diperdebatkan dan diubah.
10 Indonesia kembali menjadi anggota PBB
Pada 28 September 1966, Indonesia memutuskan untuk bergabung kembali menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) karena pemerintah menyadari bahwa masih banyak manfaat yang dapat diperoleh Republik Indonesia selama menjadi anggota PBB.
Kembalinya Indonesia menjadi anggota PBB telah disambut baik oleh negara-negara Asia lainnya serta PBB. Hal ini ditunjukkan dengan dipilihnya Adam Malik sebagai Ketua Majelis Umum PBB untuk masa sidang tahun 1974 dan Indonesia juga memulihkan hubungan diplomatiknya dengan beberapa negara seperti India, Thailand, Australia dan negara-negara lainnya yang pernah mengalami kerenggangan hubungan akibat politik konfrontasi pada masa Pemerintahan Orde Lama.
11 Stabilisasi dan Rehabilitasi Ekonomi
Pemerintahan Orde Baru telah mengeluarkan sebuah program yang diarahkan pada upaya penyelamatan ekonomi nasional, terutama stabilitas dan rehabilitasi ekonomi. Stabilitas ekonomi adalah mengendalikan inflasi agar harga barang-barang tidak melonjak terus-menerus. Rehabilitasi ekonomi adalah perbaikan secara fisik sarana dan dan prasarana ekonomi.
Hakikat dari kebijakan ini adalah pembinaan sistem ekonomi berencana yang menjamin berlangsungnya demokrasi ekonomi ke arah terwujudnya masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
Langkah-langkah yang diambil Kabinet Ampera yang didasari oleh Ketetapan MPRS No. XXIII/MPRS/1966 tersebut adalah :
- Mendobrak kemacetan ekonomi dan memperbaiki sektor-sektor yang menyebabkan kemacetan. Penyebab terjadinya kemacetan ekonomi adalah :
- Rendahnya penerimaan negara.
- Tinggi dan tidak efisiennya pengeluaran negara.
- Terlalu banyak dan tidak efesiensnya ekspansi kredit bank.
- Terlalu banyak tunggakan hutang luar negri.
- Penggunaan devisa bagi impor yang sering kurang berorientasi pada kebutuhan prasarana.
- Debirokrasi untuk memperlancar kegeatan perekonomian.
- Berorientasi pada kepentingan produsen kecil.
Upaya penyelamatan yang dilaksanakan Pemerintahan Orde Baru adalah :
- Mengadakan operasi pajak.
- Melaksanakan sistem pemungutan pajak baru, baik bagi pendapatan perorangan maupun kekayaan dengan cara menghitung pajak sendiri dan menghitung pajak orang.
- Menghemat pengeluaran pemerintah (pengeluaran konsumtif dan rutin), serta menghapuskan subsidi bagi perusahaan Negara.
- Membatasi kredit bank dan menghapuskan kredit impor.
Pada tahun 1967 hingga tahun 1968, Pemerintahan Orde Baru berhasil membendung laju inflasi dan mengalihkan kebijakan ekonominya kepada pengendalian terhadap gerak harga barang khususnya sandang, pangan dan kurs valuta asing. Setelah perekonomian nasional relatif stabil, kenaikan harga barang-barang pokok dan kurs valut asing dapat dikendalikan pemerintah.
12 Pembangunan Nasional (Trilogi Pembangunan)
Setelah kondisi politik di Indonesia telah stabil, Pemerintahan Orde Baru mulai melaksanakan Pembangunan Nasional. Pembangunan Nasional yang telah diupayakan pemerintah adalah untuk merealisasikan Pembangunan Jangka Pendek dan Pembangunan Jangka Panjang.
Pembangunan Jangka Pendek dirancang melalui Pembangunan Lima Tahun (Pelita). Sedangkan Pembangunan Jjangka Panjang mencakup dalam periode 25-30 tahun. Pembangunan Nasional adalah rangkaian upaya pembangunan yang meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara.
Pembangunan Nasional dilaksanakan dalam upaya mewujudkan tujuan nasional yang tertulis dalam Pembukaan UUD 1945, yakni :
- Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah Indonesia.
- Meningkatkan kesejahteraan umum.
- Mencerdaskan kehidupan bangsa.
- Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Pembangunan Nasional yang dilaksanakan Pemerintahan Orde Baru berpedoman tinggi kepada Trilogi Pembangunan dan Delapan Jalur Pemerataan. Inti dari kedua pedoman tersebut adalah kesejahteraan bagi semua lapisan masyarakat dalam suasana politik dan ekonomi yang stabil.
Isi Trilogi Pembangunan adalah :
- Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
- Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
- Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
Isi Delapan Jalur Pemerataan adalah :
- Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat khususnya pangan, sandang dan perumahan.
- Pemerataan memperoleh kesempatan pendidikan dan pelayanan kesehatan.
- Pemerataan pembagian pendapatan.
- Pemerataan kesempatan kerja.
- Pemerataan kesempatan berusaha.
- Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan, khususnya bagi generasi muda dan kaum wanita.
- Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah Tanah Air.
- Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.
13 Warga Tionghoa
Pada tahun 1967, warga keturunan Tionghoa telah dianggap sebagai warga negara asing di Indonesia yang secara kedudukannya berada di bawah warga pribumi dan secara tidak langsung merujuk kepada penghapusan hak asasi warga Tionghoa. Pelarangan ini termasuk pelarangan kesenian barongsai secara terbuka, perayaan hari raya Imlek dan pemakaian bahasa Mandarin di Indonesia.
Hal itu membuat terbentuknya komunitas Tionghoa Indonesia dan yang utama adalah komunitas pengobatan Tionghoa tradisional dikarenakan bahasa Mandarin yang dilarang berdampak pada resep obat yang mereka buat hanya bisa ditulis menggunakan bahasa Mandarin.
Komunitas Tionghoa Indonesia pada akhirnya mendatangi Mahkamah Agung dan Jaksa Agung Indonesia telah memberi izin masuk dengan catatan bahwa Tionghoa Indonesia berjanji tidak akan menghimpun kekuatan untuk memberontak dan menggulingkan pemerintahan Indonesia pada saat itu.
Kemudian dikeluarkanlah satu-satunya surat kabar yang berbahasa Mandarin untuk mengizinkan penerbitan artikel yang sebagiannya juga ditulis dalam bahasa Indonesia adalah Harian Indonesia. Harian Indonesia dikelola dan diawasi oleh ABRI meski sebagian orang Tionghoa Indonesia bekerja di Harian Indonesia.
Pemerintahan Orde Baru menganggap bahwa warga Tionghoa yang populasinya pada saat itu sekitar 5 juta penduduk yang keseluruhannya rakyat Indonesia dikhawatirkan akan menyebarkan pengaruh Komunisme di Tanah Air. Hal itu mengakibatan agama Konghucu kehilangan pengakuan dari pemerintah dan warga Tionghoa dijauhkan dari kehidupan politik praktis membuat sebagian warga Tionghoa memilih untuk menghindari dunia politik karena khawatir akan keselamatan dirinya.
14 Krisis keuangan Asia
Krisis keuangan Asia adalah priode krisisnya keuangan yang menerpa hampir seluruh Asia Timur pada Juli 1997 dan menimbulkan kepanikan bahkan ekonomi dunia akan runtuh akibat penularan keuangan. Krisis ini bermula di Thailand, seiring jatuhnya nilai mata uang baht setelah pemerintah Thailand terpaksa mengambangkan bath karena sedikitnya valuta asing yang dapat mempertahankan jangkarnya ke dollar USA.
Pemerintahan Thailand telah menanggung besarnya beban utang luar negeri yang mengakibatkan negara Thailand dapat dinyatakan bangkrut sebelum nilai mata uangnya jatuh. Saat krisis ini menyebar, nilai mata uang di sebagian besar Asia Tenggara dan Jepang ikut mengalami penurunan bursa saham, nilai aset lainnya menurun dan utang swasta mengalami kenaikan yang drastis.
Pada bulan Juli 1997, Thailand megambangkan baht , Otoritas Moneter Indonesia melebarkan jalur perdagangan dari 8% ke 12%. Pada bulan Agustus 1997, Indonesia mulai terkena krisis keuangan dan eknomi Asia yang disertai dengan kemarau terburuk 50 tahun terakhir yang mengakibatkan nilai rupiah jatuh, inflasi meningkat tajam, perpindahan modal dipercepat, harga minyak, gas dan komoditas ekspor lainnya samakin jatuh nilainya.
15 Kerusuhan Mei 1998
Pada 13 Mei 1998 hingga 15 Mei 1998, telah terjadi kerusuhan yang merujuk kepada kerusuhan rasial terhadap etnis Tionghoa di Ibu Kota Jakarta dan di beberapa daerah lainnya di Indonesia. Kerusuhan ini diawali dengan adanya krisis keuangan asia dan Tragedi Trisakti yang mengakibatkan terbunuhnya 4 mahasiswa Universitas Trisakti dalam demonstrasi 12 Mei 1998.
Berikut adalah nama 4 mahasiswa Universitas Trisakti (Pahlawan Reformasi) yang tewas dalam Tragedi Trisakti :
Nama : Elang Mulia Lesmana
Lahir : Jakarta, 5 Juli 1978
Wafat : Jakarta, 12 Mei 1998 (umur 19)
Kebangsaan : Indonesia
Profesi : Mahasiswa Fakultas Arsitektur Universitas Trisakti
Nama : Heri Hertanto
Lahir : 5 Februari 1977
Wafat : Jakarta, 12 Mei 1998 (umur 20)
Kebangsaan : Indonesia
Profesi : Mahasiswa Fakultas Teknik Industri Universitas Trisakti
Nama : Hafidin Royan
Lahir : Bandung, Jawa Barat, 28 September 1976
Wafat : Jakarta, 12 Mei 1998 (umur 21)
Kebangsaan : Indonesia
Profesi : Mahasiswa Fakultas Teknik Sipil Universitas Trisakti
Nama : Hendriawan Sie
Lahir : Balikpapan, Kalimanan Timur, 3 Maret 1978
Wafat : Jakarta, 12 Mei 1998 (umur 20)
Kebangsaan : Indonesia
Profesi : Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti
Ekonomi Indonesia pada tahun 1998 telah terkena dampak dari krisis keuangan Asia. Pada 12 Mei 1998, para mahasiswa Universitas Trisakti mulai melakukan aksi demonstrasi besar-besaran ke Gedung Nusantara pada pukul 12.30 WIB, namun aksi tersebut dihambat oleh blokade dari Polri serta militer dan beberapa mahasiswa mencoba bernegoisasi dengan pihak Polri.
Pada pukul 17.15 WIB, para mahasiswa pun bergerak mundur dan diikuti majunya aparat keamanan. Aparat keamanan mulai menembakkan peluru ke arah mahasiswa dan para mahasiswa telah terpecah berai yang sebagian besar berlindung di Universitas Trisakti, namun aparat keamanan tetap melakukan penembakan.
Satuan pengamanan yang berada di lokasi pada saat itu adalah Brimob, Batalyon Kavelari 9, Batalyon Infanteri 203, Artileri Pertahanan Udara Kostrad, Batalyon Infanteri 202, Pasukan Anti Huru Hara Kodam serta Pasukan Bermotor yang dilengkapi dengan tameng, gas air mata, Steyr AUG dan SS-1 (Senapan Serbu-1).
Pada Pukul 20.00 WIB, telah dipastikah bahwa 4 orang mahasiswa tewas tertembak dan 1 orang mahasiswa dalam keadaan kritis. Meski pihak aparat keamanan membantah telah menggunakan peluru tajam, namun hasil otopsi menunjukan bahwa kematian dari 4 mahasiswa tersebut disebabkan oleh peluru tajam dan hasil sementara diperkirakan bahwa peluru tersebut hasil pantulan peluru tajam dari tanah untuk melakukan tembakan peringatan.
Ini adalah rentang waktu saat mahasiswa melakukan aksi demonstrasi pada 12 Mei 1998 :
- Pukul 10.30 – 10.45 WIB
- Aksi damai civitas akademika Universitas Trisakti yang bertempat di pelataran parkir depan gedung M (Gedung Syarif Thayeb) dimulai dengan pengumpulan segenap civitas Trisakti yang terdiri dari mahasiswa, dosen, pejabat fakultas dan universitas serta karyawan. Berjumlah sekitar 6000 orang di depan mimbar.
- Pukul 10.45 – 11.00 WIB
- Aksi mimbar bebas dimulai dengan diawali acara penurunan bendera setengah tiang yang diiringi lagu Indonesia Raya yang dikumandangkan bersama oleh peserta mimbar bebas, kemudian dilanjutkan mengheningkan cipta sejenak sebagai tanda keprihatinan terhadap kondisi bangsa dan rakyat Indonesia sekarang ini.
- Pukul 11.00 – 12.25 WIB
- Aksi orasi serta mimbar bebas dilaksanakan dengan para pembicara baik dari dosen, karyawan maupun mahasiswa. Aksi/acara tersebut terus berjalan dengan baik dan lancar.
- Pukul 12.25 – 12.30 WIB
- Massa mulai memanas yang dipicu oleh kehadiran beberapa anggota aparat keamanan tepat di atas lokasi mimbar bebas (jalan layang) dan menuntut untuk turun (long march) ke jalan dengan tujuan menyampaikan aspirasinya ke anggota MPR/DPR. Kemudian massa menuju ke pintu gerbang arah Jl. Jend. S. Parman.
- Pukul 12.30 – 12.40 WIB
- Satgas (Satuan Tugas)Â mulai siaga penuh (berkonsentrasi dan melapis barisan depan pintu gerbang) dan mengatur massa untuk tertib dan berbaris serta memberikan himbauan untuk tetap tertib pada saat turun ke jalan.
- Pukul 12.40 – 12.50 WIB
- Pintu gerbang dibuka dan massa mulai berjalan keluar secara perlahan menuju Gedung MPR/DPR melewati kampus Universitas Tarumanegara (Untar).
- Pukul 12.50 – 13.00 WIB
- Long march mahasiswa terhadang tepat di depan pintu masuk kantor Wali Kota Jakarta Barat oleh barikade aparat dari kepolisian dengan tameng dan pentungan yang terdiri dua lapis barisan.
- Pukul 13.00 – 13.30 WIB
- Tim negosiasi kembali dan menjelaskan hasil negosiasi di mana long march tidak diperbolehkan dengan alasan kemungkinan terjadinya kemacetan lalu lintas dan dapat menimbulkan kerusakan. Mahasiswa kecewa karena mereka merasa aksinya tersebut merupakan aksi damai. Massa terus mendesak untuk maju. Di lain pihak pada saat yang hampir bersamaan datang tambahan aparat Pengendalian Massa (Dal-Mas) sejumlah 4 truk.
- Pukul 13.30 – 14.00 WIB
- Massa duduk. Lalu dilakukan aksi mimbar bebas spontan di jalan. Aksi damai mahasiswa berlangsung di depan bekas kantor Wali Kota Jakbar. Situasi tenang tanpa ketegangan antara aparat dan mahasiswa. Sementara rekan mahasiswi membagikan bunga mawar kepada barisan aparat. Sementara itu pula datang tambahan aparat dari Kodam Jaya dan satuan kepolisian lainnya.
- Pukul 14.00 – 16.45 WIB
- Negoisasi terus dilanjutkan dengan komandan (Dandim dan Kapolres) dengan pula dicari terobosan untuk menghubungi MPR/DPR. Sementara mimbar terus berjalan dengan diselingi pula teriakan yel-yel maupun nyanyian-nyanyian. Walaupun hujan turun massa tetap tak bergeming. Yang terjadi akhirnya hanya saling diam dan saling tunggu. Sedikit demi sedikit massa mulai berkurang dan menuju ke kampus.
- Polisi memasang police line. Mahasiswa berjarak sekitar 15 meter dari garis tersebut.
- Pukul 16.45 – 16.55 WIB
- Wakil mahasiswa mengumumkan hasil negoisasi di mana hasil kesepakatan adalah baik aparat dan mahasiswa sama-sama mundur. Awalnya massa menolak tetapi setelah dibujuk oleh Bapak Dekan FE (Fakultas Ekonomi) dan Dekan FH (Fakultas Hukum) Universitas Trisakti, Adi Andojo SH, serta ketua SMUT (Senat Mahasiswa Universitas Trisakti) massa mau bergerak mundur.
- Pukul 16.55 – 17.00 WIB
- Diadakan pembicaraan dengan aparat yang mengusulkan mahasiswa agar kembali ke dalam kampus. Mahasiswa bergerak masuk kampus dengan tenang. Mahasiswa menuntut agar pasukan yang berdiri berjajar mundur terlebih dahulu. Kapolres dan Dandim Jakbar memenuhi keinginan mahasiswa. Kapolres menyatakan rasa terima kasih karena mahasiswa sudah tertib. Mahasiswa kemudian membubarkan diri secara perlahan-lahan dan tertib ke kampus. Saat itu hujan turun dengan deras.
- Mahasiswa bergerak mundur secara perlahan demikian pula aparat. Namun tiba-tiba seorang oknum yang bernama Mashud yang mengaku sebagai alumni (sebenarnya tidak tamat) berteriak dengan mengeluarkan kata-kata kasar dan kotor ke arah massa. Hal ini memancing massa untuk bergerak karena oknum tersebut dikira salah seorang anggota aparat yang menyamar.
- Pukul 17.00 – 17.05 WIB
- Oknum tersebut dikejar massa dan lari menuju barisan aparat sehingga massa mengejar ke barisan aparat tersebut. Hal ini menimbulkan ketegangan antara aparat dan massa mahasiswa. Pada saat petugas satgas, ketua SMUT serta Kepala Kamtibpus (Keamanan dan Ketertiban Kampus) Trisakti menahan massa dan meminta massa untuk mundur dan massa dapat dikendalikan untuk tenang. Kemudian Kepala Kamtibpus mengadakan negoisasi kembali dengan Dandim (Komando Distrik Militer) serta Kapolres agar masing-masing baik massa mahasiswa maupun aparat untuk sama-sama mundur.
- Pukul 17.05 – 18.30 WIB
- Ketika massa bergerak untuk mundur kembali ke dalam kampus, di antara barisan aparat ada yang meledek dan mentertawakan serta mengucapkan kata-kata kotor pada mahasiswa sehingga sebagian massa mahasiswa kembali berbalik arah. Tiga orang mahasiswa sempat terpancing dan bermaksud menyerang aparat keamanan tetapi dapat diredam oleh satgas mahasiswa Usakti.
- Pada saat yang bersamaan barisan dari aparat langsung menyerang massa mahasiswa dengan tembakan dan pelemparan gas air mata sehingga massa mahasiswa panik dan berlarian menuju kampus. Pada saat kepanikan tersebut terjadi, aparat melakukan penembakan yang membabi buta, pelemparan gas air mata dihampir setiap sisi jalan, pemukulan dengan pentungan dan popor, penendangan dan penginjakkan, serta pelecehan seksual terhadap para mahasiswi. Termasuk Ketua SMUT yang berada di antara aparat dan massa mahasiswa tertembak oleh dua peluru karet dipinggang sebelah kanan.
- Kemudian datang pasukan bermotor dengan memakai perlengkapan rompi yang bertuliskan URC mengejar mahasiswa sampai ke pintu gerbang kampus dan sebagian naik ke jembatan layang Grogol. Sementara aparat yang lainnya sambil lari mengejar massa mahasiswa, juga menangkap dan menganiaya beberapa mahasiswa dan mahasiswi lalu membiarkan begitu saja mahasiswa dan mahasiswi tergeletak di tengah jalan. Aksi penyerbuan aparat terus dilakukan dengan melepaskan tembakkan yang terarah ke depan gerbang Trisakti. Sementara aparat yang berada di atas jembatan layang mengarahkan tembakannya ke arah mahasiswa yang berlarian di dalam kampus.
- Lalu sebagian aparat yang ada di bawah menyerbu dan merapat ke pintu gerbang dan membuat formasi siap menembak 2 baris (jongkok dan berdiri) lalu menembak ke arah mahasiswa yang ada di dalam kampus. Dengan tembakan yang terarah tersebut mengakibatkan jatuhnya korban baik luka maupun meninggal dunia. Yang meninggal dunia seketika di dalam kampus 3 orang dan 1 orang lainnya di rumah sakit beberapa orang dalam kondisi kritis. Sementara korban luka-luka dan jatuh akibat tembakan ada 15 orang. Yang luka tersebut memerlukan perawatan intensif di rumah sakit.
- Aparat terus menembaki dari luar. Puluhan gas air mata juga dilemparkan ke dalam kampus.
- Pukul 18.30 – 19.00 WIB
- Tembakan dari aparat mulai mereda, rekan-rekan mahasiswa mulai membantu mengevakuasi korban yang ditempatkan di beberapa tempat yang berbeda-beda menuju RS.
- Pukul 19.00 – 19.30 WIB
- Rekan mahasiswa kembali panik karena terlihat ada beberapa aparat berpakaian gelap di sekitar hutan (parkir utama) dan sniper (penembak jitu) di atas gedung yang masih dibangun. Mahasiswa berlarian kembali ke dalam ruang kuliah maupun ruang ormawa ataupun tempat-tempat yang dirasa aman seperti musholla dan dengan segera memadamkan lampu untuk sembunyi.
- Pukul 19.30 – 20.00 WIB
- Setelah melihat keadaan sedikit aman, mahasiswa mulai berani untuk keluar adari ruangan. Lalu terjadi dialog dengan Dekan FE untuk diminta kepastian pemulangan mereka ke rumah masing- masing. Terjadi negoisasi antara Dekan FE dengan Kol.Pol.Arthur Damanik, yang hasilnya bahwa mahasiswa dapat pulang dengan syarat pulang dengan cara keluar secara sedikit demi sedikit (per 5 orang). Mahasiswa dijamin akan pulang dengan aman.
- Pukul 20.00 – 23.25 WIB
- Walau masih dalam keadaan ketakutan dan trauma melihat rekannya yang jatuh korban, mahasiswa berangsur-angsur pulang.
- Yang luka-luka berat segera dilarikan ke RS Sumber Waras. Jumpa pers oleh pimpinan universitas. Anggota Komnas HAM datang ke lokasi.
- 13 Mei 1998, pukul 01.30 WIB
- Jumpa pers Pangdam Jaya Mayjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin di Mapolda Metro Jaya. Hadir dalam jumpa pers itu Pangdam Jaya Mayjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin, Kapolda Mayjen (Pol) Hamami Nata, Rektor Trisakti Prof. Dr. R. Moedanton Moertedjo, dan dua anggota Komnas HAM AA Baramuli dan Bambang W Soeharto.
Setelah terjadinya Tragedi Trisakti, pada 13 Mei 1998 hingga 15 Mei 1998, telah terjadi kerusuhan yang mengakibatkan banyak toko dan perusahaan dihancurkan oleh amuk massa, terutama mili warga Indonesia keturunan Tionghoa. Kerusuhan terbesar ini terjadi di Jakarta, Medan dan Surakarta.
Kerusuhan ini melibatkan adanya ratusan wanita keturunan Tionghoa diperkosa dan mengalami pelecehan seksual yang sebagian besar diperkosa beramai-ramai, dianiaya secara sadis, kemudian dibunuh. Dalam kerusuhan tersebut, banyak warga Indonesia keturunan Tionghoa pergi meninggalkan Indonesia.
Bertahun-tahun Pemerintah Indonesia belum mengambil tindakan apapun terhadap nama-nama yang dianggap sebagai kunci dari peristiwa Kerusuhan Mei 1998. Pemerintah telah mengeluarkan pernyataan yang menyebutkan bahwa bukti-bukti konkret tidak dapat ditemukan atas kasus-kasus pemerkosaan tersebut, namun pernyataan ini dibantah oleh banyak pihak.
Sebab dan alasan peristiwa terjadinya Kerusuhan Mei 1998 ini masih menimbulkan kontroversi sampai saat ini. Pada umumnya masyarakat Indonesia secara keseluruhan setuju bahwa peristiwa ini merupakan sebuah lembaran hitam sejarah Indonesia. Namun pihak Tionghoa berpendapat bahwa peristiwa tersebut merupakan pembasmian (genosida/sinofobia) terhadap orang keturunan Tionghoa.
Setelah berakhirnya Kerusuhuan Mei 1998 dan setelah Soeharto membacakan surat pengunduran dirinya, B.J Habibie dilantik sebagai Presiden Indonesia dengan memulai Era Reformasi. Pasca kerusuhan, dibentuklah Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) untuk menyelidiki permasalahan peristiwa kerusuhan tersebut dan TGPF mengeluarkan sebuah laporan yang disebut sebagai Laporan TGPF.
Mengenai pelaku provokasi, pembakaran, penganiayaanserta pelecehan seksual, TGPF menemukan sebuah fakta bahwa terdapat sejumlah oknum yang berdasar penampilannya diduga berlatar belakang militer. Ada sebagian pihak menduga bahwa Pangab saat itu (Wiranto) dan Pangdam Jawa Mayjen Sjafrie Sjamsoeddin melakukan pembiaraan atau aktif terlibat dalam provokasi Kerusuhan Mei 1998.
16 Kesimpulan
Pemerintahan Orde Baru telah memajukan Indonesia dalam aspek apapun, termasuk dalam prekonomian Indonesia. Dengan adanya program-program yang dilaksanakan, keberhasilan ini membuat negara Indonesia menjadi Swasembada Beras. Dibalik keberhasilan Pemerintah Orde Baru, masih banyak kasus gelap yang masih sampai saat ini belum menemui titik terang. Kasus gelap itu disebut sebagai sejarah gelapnya Indonesia.
Didalam sebuah pemerintahan, masih banyak kasus-kasus yang terjadi didalamnya. Kemajuan sebuah negara itu adalah sebuah prestasi besar, kita sebagai masyarakat Indonesia harus mencintai Tanah Air dengan seluruh tumpah darah, mencintai produk dalam negeri dan saling menghargai satu sama lain.
Itulah pembahasan kami tentang Sistem Pemerintahan Indonesia Era Orde Baru. Jika artikel ini berguna untuk kalian para pecinta sejarah silahkan kalian share dan jika kalian ingin memberikan saran kepada kami silahkan tinggalkan di kolum komentar di bawah ini agar kami terus memberikan informasi yang terbaik dari yang terbaik.