Para pemuda-pemuda di Indonesia secara perlahan membentuk sebuah organisasi yang mampu menyatukan seluruh pemuda-pemuda dari berbagai daerah di Indonesia yang bertujuan untuk mempersatukan serta membangkitkan semangat persatuan untuk kemerdekaan Indonesia. Berikut adalah Sejarah Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928.
Gerakan yang dilakukan oleh para pemuda Indonesia pada masa penjajahan dengan mendirikan sebuah organisasi yang bermaksud untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Berikut ini kami akan menceritakan Sejarah Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 yang memiliki peran besar dalam memperjuangkan hak kemerdekaan negara Indonesia.
Sumpah Pemuda adalah salah satu tonggak utama dalam sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesia. Generasi muda Indonesia memiliki pengaruh besar terhadap negara, generasi yang akan memajukan bangsa Indonesia di mata dunia. Seperti yang diucapkan oleh Presiden pertama Republik Indonesia Ir. Soekarno, yakni :
“Seribu orang tua bisa bermimpi, satu orang pemuda bisa mengubah dunia.
Beri aku seribu orang tua, niscaya akan kucabut sumeru dari akarnya. Beri aku sepuluh pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia.”
Peristiwa Sumpah Pemuda diawali dengan tercetusnya Perhimpoenan Peladjar-Peladjar Indonesia (PPPI). Pada bulan September 1926, para pelajar dari mahasiswa Rechtshogeschool te Batavia dan Technische Hoogeschool te Bandung mendirikan organisasi PPPI dengan anggota dari seluruh Indonesia.
Lahirya Budi Utomo pada 1908 telah ikut memengaruhi pendirian organisasi pemuda di Tanah Air. Berbagai golongan pemuda mendirikan sebuah organisasi yang bersifat kedaerahan, Seperti Tri Tomo Dharmo (kemudian menjadi Jong Java), Jong Sumatranen Bond, Jong Ambon, Jong Minahasa, Jong Batak, Pemuda Betawi, Jong Celebes, Sekar Roekoen dan Pemuda Timor.
Seiring perkembangan organisasi para pemuda, muncul juga organisasi dengan cakupan yang lebih luas, yakni Perhimpunan Indonesia di Belanda yang berkembang menjadi organisasi politik. Di Tanah Air, gagasan akan perlunya perkumpulan pemuda di seluruh Hindia Belanda juga semakin berkembang. Salah satunya tercemin dari gagasan Satiman, Ketua Tri Koro Dharmo (Jong Java) bahwa dikemudian hari, organisasi akan dapat dijadikan perkumpulan bagi pemuda-pemuda di seluruh “Hindia”.
Walau gagasan yang menuju persatuan semakin berkembang, namun muncul sebuah kontroversi terkait cara membentuk federasi atau fusi. Federasi adalah gabungan dari tiap perkumpulan yang sudah ada, sedangkan Fusi adalah peleburan semua organisasi menjadi satu organisasi baru.
Salah satu upaya yang dilakukan untuk memperoleh kesatuan pendapat terhadap cara yang akan ditempuh untuk mewujudkan persatuan para pemuda yaitu menyelenggarakan Kerapatan Besar yang kemudian disebut sebagai Kongres Pemuda Pertama dengan mempersatukan seluruh perhimpunan di Indonesia.
Tujuan utama diselenggarakannya Kongres Pemuda Pertama adalah untuk membangkitkan semangat kerja sama antara berbagai perhimpunan pemuda dan mencari dasar persatuan bagi Indonesia. Selain itu, tujuan Kongres Pemuda Pertama juga membahas kemungkinan pembentukan badan terpusat, memajukan gagasan persatuan, peran wanita, peran agama dan peran bahasa.
1 Kongres I
Kongres Pemuda Pertama berlangsung selama tiga hari, dari tanggal 30 April – 2 Mei 1926 dengan menggunakan bahasa Belanda. Kongres ini bertujuan untuk membangkitkan semangat kerja sama antara berbagai perhimpunan pemuda dan mencari dasar persatuan bagi Indonesia. Selain itu, dibahas pula hal-hal, seperti kemungkinan pembentukan badan terpusat, memajukan gagasan persatuan, peran wanita, peran agama, serta peran bahasa. Walaupun belum menghasilkan suatu kesepakatan, Kongres Pemuda Pertama menunjukkan usaha ke arah persatuan para pemuda.
Hari Pertama
Berdasarkan buku Laporan Kongres Pemuda Indonesia Pertama, Kongres Pemuda Indonesia Pertama secara resmi dibuka pada tanggal 30 April 1926 di Gedung Vrijmetselaarsloge (sekarang Gedung Kimia Farma, Jalan Budi Utomo, Jakarta) pada pukul 20.00 WIB.
Pidato pembukaan dibawakan oleh Ketua Kongres Mohammad Tabrani. Dalam pidato pembukaan, Tabrani menyatakan bahwa ada banyak jalan bagi putera-puteri di negara yang terjajah untuk melaksanakan kewajibannya membebaskan diri dari penjajah. Ada jalan reaksioner dan ada juga jalan non-reaksioner, semua orang bebas menggunakan cara membebaskan Indonesia sesuai dengan panggilan hatinya.
Berikut adalah susunan penyelenggaraan Kongres Pemuda Pertama :

Kemudian, Menurut Tabrani “Bahwa mengakui adanya berbagai jalan merupakan langkah pertama ke arah tujuan kita bersama.” Oleh karna itu, ia meminta bahwa semua peserta kongres “Tidak menjadi tonggak kekuatan-kekuatan yang menentang kemerdekaan Indonesia.”
Tabrani menyatakan bahwa tujuan diselenggarakannya kongres adalah “Membangkitkan semangat kerja sama antara berbagai perhimpunan pemuda di negeri ini agar dengan demikian diletakkan dasar bagi persatuan Indonesia dengan memandang Indonesia dalam hubungan dengan dunia secara luas.”
Selain itu, ia juga menyatakan bahwa sifat Kongres Pemuda yang sedang berlangsung itu adalah perseorangan. Keputusan tersebut diambil dengan pertimbangan “Jika kongres ini bersifat perwakilan, dengan sendirinya hal tersebut akan membawa kesulitan dalam hal jumah wakil dari berbagai organisasi pemuda yang akan dan yang harus duduk dalam konferensi ini.”
Alasan lainnya yaitu “Bila orang-orang yang duduk dalam konferensi itu pertama-tama akan mewakili organisasi, kita tidak dapat berharap bahwa mereka akan bertindak sebagai pemuda Indonesia.” Akan tetapi, demi alasan praktis yakni mengerjakan kegiatan kepanitianaan diikutsertakan oleh anggota organisasi pemuda yang sudah ada dalam panitia Indonesia Muda.
Diakhir pidatonya, Tabrani menyatakan “Adalah dambaan saya agar kongres ini akan menjadi suara kaum muda Indonesia yang akan datang, yang kelak terpanggil untuk berkerja, berjuang dan mati demi kemerdekaan negeri dan bangsa kita. Bangsa Indonesia di seluruh kepulauan Nusantara, bersatulah! Dengan ini saya menyatakan kongres ini dibuka.”
Setelah kongres secara resmi dibuka, wakil-wakil dari perkumpulan yang menghadiri kongres diberi waktu untuk ikut berbicara dan memberikan dukungan atas diselenggarakannya Kongres Pemuda Indonesia Pertama. Lalu setelah wakil-wakil memberikan dukungannya, acara dilanjutkan dengan istirahat selama 15 menit.
Setelah istirahat, acara dilanjutkan dengan ceramah dari Soemarto berjudul “Gagasan Persatuan Indonesia”. Dalam ceramahnya, Soemarto memaparkan perkembangan kebangkitan nasional dengan munculnya berbagai organisasi sejan pendirian Budi Utomo. Di sisi lain, ia juga memaparkan perkembangan organisasi pemuda nasional, mulai dari Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Ambon, Jong Minahasa, Jong Islamaiten Bond, Jong Batak Bond hingga Perhimpunan Indonesia.
Menurut Soemarto, “Hingga kini, tak satu pun organisasi yang pernah menyangkal akan perlu adanya kerja sama dan persatuan.” Oleh karna itu, persatuan Indonesia menjadi semakin mungkin diwujudkan terutama karena memiliki dasar yang sama, yaitu “Berada di bawah kekuasaan Belanda.” Dengan tujuan bersama untuk mendapatkan kemerdekaan, Soemarto yakin bahwa kerja sama dapat dan harus dilakukan.
Soemarto melanjutkan uraiannya dengan mengusulkan sebuah cara untuk mewujudkan Indonesia Raya. Soemarto memberanikan diri mengusulkan kepada peserta kongres untuk membentuk sebuah perkumpulan kaum muda Indonesia. Perkumpulan tersebut tidaklah menghapus perkumpulan pemuda yang sudah ada, melainkan sebagai mata rantai yang anggotanya mencakup anggota organisasi yang sudah ada dengan dasar Indonesia.
Soemarto menutup ceramahnya dengan menyatakan “Kaum muda Indonesia, songsonglah persatuan, songsonglah Indonesia Merdeka!” Acara dilanjutkan dengan diskusi tanya jawab berdasarkan ceramah yang disampaikan oleh Soemarto. Lalu, acara kongres hari pertama ditutup pada pukul 00.15 WIB.
Hari Kedua
Pada tanggal 1 Mei 1926, kongres hari kedua dibuka dengan pidato dari ketua kongres pada pukul 20.00 WIB. Acara utama dari kongres hari kedua adalah ceramah tentang kedudukan wanita oleh tiga pembicara, yakni Bahder Djohan, Stientje Ticoalu-Adam dan Djaksodipoera. Dalam pidato pembukaan, Tabrani menegaskan bahwa tema perempuan sengaja dimasukkan dalam kongres untuk menegaskan bahwa perjuangan dami kemerdekaan tak hanya melibatkan kaum pria, tetapi juga wanita.
Pembicara pertama, Bahder Djohan belum menghadiri kongres dikarenakan kereta api dari Bandung mengalami keterlambatan sehingga materi ceramah dibacakan oleh Djamaloedin yang berjudul “Kedudukan Wanita dalam Masyarakat Indonesia”.
Dalam ceramah yang dibacakan, Bahder menyatakan bahwa tema perempuan sama mendesaknya untuk dibicarakan seperti perwujudan cita-cita politik dan ekonomi. Di tingkat keluarga, kaum wanita dalam perannya sebagai ibu dapat mulai berperan dengan mengajarkan rasa cinta Tanah Air dan cinta bangsa kepada anak-anak. Dengan demikian, gagasan persatuan bangsa dapat berkembang mulai dari keluarga.
Selain itu, Bahder juga menyatakan “Ruang gerak yang lebih lebar perkembangan kegiatan wanita akan membuka perspektif baru untuk hari depan nusa dan bangsa kita.” Bahder menutup ceramahnya dengan pernyataan “hari depan Indonesia terletak di tangan kaum wanita!”
Ceramah dengan tema yang sama dilanjutkan oleh Nona Stienje Ticoalu-Adam yang menekankan bahwa meskipun kedudukan kaum wanita di berbagai daerah di Indonesia tidak sama, tetapi ada satu yang sama, yakni desakan batin untuk memperoleh kebebasan dan hak yang lebih banyak.
Nona Adam juga mengatakan “Janganlah dalam gerakan emansipasi hanya melihat ke Barat.” Menurutnya, kaum wanita dapat memilih yang paling baik dan paling layak untuk dijadikan dasar bagi gerakan emansipasi. Di akhir ceramah, Nona Adam menyatakan bahwa “Laksanakanlah pekerjaan Anda dengan baik, karena janganlah lupa bahwa wanita-wanita Indonesia lainnya harus mendapatkan manfaat dan hasilnya.”
Ceramah ketiga dibawakan oleh Djaksodipoera dengan judul “Rapak Loemoeh”. Ia membahas posisi lemah wanita dalam ikatan perkawinan terkait perceraian yang sewaktu-waktu dapat diceraikan oleh suaminya. Sebaliknya, wanita tak dapat menceraikan suaminya. Oleh karena itu, ia menceritakan adanya praktik Rapak Loemoeh di Surakarta, yakni tuntutan dari istri untuk mengajukan cerai ketika istri sudah tak lagi hidup bersama suaminya.
Dengan adanya kemungkinan pengajuan cerai dari pihak istri, daya tawar istri sejajar dengan suami sehingga sikap semena-mena dari suami dapat berkurang. Di akhir ceramah, Djaksodipoera menganjurkan agar praktik Rapak Loemoeh diterapkan di tempat lain.
Acara dilanjutkan dengan diskusi dan tanya jawab. Kesempatan pertama diberikan kepada Bahder Djohan untuk menambahkan penjelasan atas ceramah yang tak dapat disampaikan sendiri. Dilaporkan bahwa diskusi malam itu berlangsung ramai, tak sedikit peserta yang naik ke mimbar untuk menyampaikan pendapatnya.
Salah satu peserta yang disebut dalam laporan adalah Nyonya Koesoema Soemantri. Ia mendesak putera-puteri Indonesia untuk tidak ketinggalan dalam perjuangan nasional dibandingkan dengan saudara-saudaranya. Kongres hari kedua dinyatakan ditutup pada pukul 00.00 WIB.
Hari Ketiga
Pada tanggal 2 Mei 1926, kongres hari ketiga dibuka dengan dua pembicara, yakni Muhammad Yamin dan Pinontoan pada pukul 09.00 WIB. Yamin menyampaikan ceramahnya yang berjudul “Kemungkinan Perkembangan Bahasa-bahasa dan Kesusastraan Indonesia di Masa Mendatang”.
Yamin melihat berbagai bahasa yang ada di Indonesia memiliki kelebihan dan kekurangannya, ia menjelaskan dengan panjang lebar keunggulan dan kelemahan bahasa Jawa. Akan tetapi, ia memberikan penekanan pada bahasa Melayu karena sifatnya yang luwes, yakni mudah dipelajari dan menyesuaikan diri sehingga penggunaanya luas. Ia juga yakin bahwa bahasa Melayu akan menjadi bahasa percakapan dan bahasa kesatuan bangsa Indonesia,
Sebagai permulaan, Yamin menyarankan untuk mempelajari bahasa Belanda sebagai “Kunci untuk membuka jalan menuju harta karun ilmu pengetahuan dan peradaban Barat.” Selanjutnya, setelah tugas bahasa Belanda telah usai, tibalah saatnya bagi “Bahasa-bahasa Indonesia untuk menyongsong masa depan yang akhbar.”
Di akhir ceramahnya, Yamin mengatakan “Merupakan kewajiban kita, angkatan muda, pembina-pembina Indonesia Raya untuk mengembangkan bahasa-bahasa tersebut agar dapat menjadi suatu kebanggaan kita.” Sebelum waktu istirahat, para peserta kongres berfoto bersama. Setelahnya, beberapa peserta diberi kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya terkait ceramah yang dibawakan oleh Yamin.
Acara dilanjutkan dengan mendengarkan ceramah dari Pinontoan yang berjudul “Tugas Agama dalam Pergerakan Nasional”. Ia menjelaskan tentang arti agama Islam dan Kristen di Indonesia dalam perjuangan pemuda Indonesia untuk menyongsong masa depan yang lebih cerah.
Menurut Pinontoan, untuk membentuk persatuan di antara berbagai kelompok bangsa Indonesia baik kaum Muslim maupun kaum Kristiani perlu meninggalkan fanatisme agama. Dengan memperlihatkan contoh konflik di Belanda dan India, Pinontoan mengajak untuk tidak mengaitkan agama dengan politik.
Di akhir ceramah, Pinontoan menyatakan bahwa “Dalam gerakan persatuan kita, agama tidak boleh langsung berperan. Perannya sekalipun tidak langsung adalah pembentukan manusia yang teguh dan tidak egois, bekerja dengan batin yang kuat dan tidak egois untuk gerakan persatuan Indonesia.”
Kemudian dibukanya waktu sesi tanya jawab. Setelah ketua kongres mengakhiri dengan pidato, kongres ditutup pada pukul 12.30 WIB. Kongres hari ketiga dilanjutkan dengan acara makan malam bersama pada pukul 20.30 WIB di restoran Insulinde. Dalam pidato sebelum bersantap, Tabrani menyatakan bawah acara makan malam bersama dimaksudkan sebagai suatu lambang perwujudan gagasan persatuan Indonesia. Acara makan malam bersama diakhiri pada pukul 23.00 WIB.
Renungan Akhir
Menurut buku terjemahan Verslag van het eerste Indonesisch Jeugdcongres: Gehouden te Weltevreden van 30 April tot 2 Mei 1926, menempatkan renungan akhir pada di akhir laporan. Renungan akhir disebutkan sebagai bagian dari pidato penutupan kongres yang dibawakan oleh Mohammad Tabrani.
Berikut adalah isi pidatonya :

2 Kongres II
Kongres Pemuda Kedua adalah kongres yang diselenggarakan berawal dari sebuah empati atas gagalnya upaya Kongres Pemuda Pertama yang diselenggarakan pada tanggal 30 April – 2 Mei 1926 untuk segera mewujudkan cita-cita persatuan pemuda Indonesia.
Dalam buku Merayakan Indonesia Raya (2016) yang diterbikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan disebutkan bahwa rangkaian Kongres Pemuda Indonesia Kedua telah terbagi dalam tiga rapat yang diselenggarakan di tiga tempat yang berbeda dan waktu yang berbeda.
Berikut adalah susunan penyelenggaraan Kongres Pemuda Kedua :

Rapat Pertama
Rapat Pertama telah mulai diselenggarakan pada tanggal 27 Oktober 1928 pukul 19.30 – 23.30 WIB di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (Gedung Pemuda Katolik) yang terletak di Waterlooplein. Lokasi dari gedung tersebut berada di belakang Gereja Katedral Jakarta.
Rapat Pertama ini membahas pentingnya bahasa Melayu diangkat sebagai bahasa politik dalam menciptakan persatuan dan kebangsaan yang independen dan dalam rapat pertama ini juga membahas gagasan untuk mewadahi perjuangan pergerakan dalam bentuk organisasi-organisasi yang bersifat nasional serta mengatasi sekat-sekat ras, ideologi dan agama.
Pemantik diskusi pada sidang pertama ini adalah Muhammad Yamin yang berpidato membahas tentang “Persatuan dan Kebangsaan Indonesia”. Yamin menyebutkan bahwa ada lima prasyarat persatuan Indonesia, yakni: Sejarah, Bahasa, Hukum, Pendidikan dan Kemauan.
Pidato Yamin ditanggapi oleh Inoe MartaKoesoema yang menekankan bahwa pentingnya persatuan agar Indonesia bisa sejajar dengan Inggris dan Belanda. Secara tidak langsung, Inoe mengatakan bahwa persatuan berguna bagi kemerdekaan Indonesia. Munculnya istilah “Indonesia Merdeka” ditanggapi oleh intel Belanda dengan mengimbau Inoe meninggalkan kongres. Sebagai ahli hukum lulusan Leiden, Mr Sartono menanyakan dasar hukum imbauan tersebut.
Rapat Kedua
Rapat Kedua dilaksanakan pada tanggal 28 Oktober 1928 pukul 08.00 – 12.00 WIB di Gedung Oost Java Bioscoop yang terletak di Koningsplein Noord (kini menjadi Jalan Medan Merdeka Utara). Pembahasan yang akan dibawakan di Rapat Kedua adalah pentingnya peran pendidikan dalam mewujudkan kebangsaan.
Dalam Rapat Kedua ini ada beberapa pembicara yaitu Nona Poernomo Woelan membahas tentang “Pendidikan Wanita”, Sarmidi Mangoensarkoro, Sarwono dan Ki Hajar Dewantoro membahas tentang pentingnya “Pendidikan Nasional”. Selain itu, Siti Soendari mengajukan pandangannya tentang kondisi perempuan yang tertindas dalam masyarakat.
Rapat Ketiga
Rapat Ketiga diselenggarakan di hari yang sama pada pukul 17.00 – 23.30 WIB di Gedung Indonesische Clubgebouw, Jalan Kramat Raya Nomor 106. Gedung ini merupakan rumah dari indekos milik Sie Kong Liong yang telah menjadi pondokan para aktivis pemuda dari berbagai daerah sejak tahun 1920-an.
Rapat Ketiga ini memiliki lima agenda, yakni :
- Arak-arakan pandu
- Penyampaian hal terkait kepanduan oleh Ramelan
- Penyampaian Pergerakan Pemuda Indonesia dan Pemuda di Tanah Luaran oleh Soenario
- Mengambil keputusan
- Menutup Kongres
Dalam rapat terakhir ini, ada tiga orang yang tampil sebagai pembicara, yaitu Ramelan, Theo Pengemanan dan Mr Soenario yang berperan sebagai Ketua Persaoedaraan Antara Pandoe Indonesia. Pada saat berjalannya kongres, kembali terjadi insiden yang membawa risiko pembubaran kongres oleh aparat keamanan.
Hal tersebut terjadi dikarenakan terlontarnya frase “Indonesia Merdeka” dari peserta kongres. Intel Hindia Belanda (Politieke Inlichtingen Dienst) sempat mengancam akan membubarkan kongres seketika itu juga. Menghadapi ketegangan yang terjadi, Soegondo Djojopoespito selaku pimpinan kongres ikut menengahi dengan menyatakan bahwa pernyataan “Indonesia Merdeka” tidak perlu dilontarkan secara eksplisit, cukup tahu sama tahu saja.
Hasil Kongres
Pada tanggal 28 Oktober 1928 pukul 22.00 WIB, seluruh pengurus kongres berkumpul untuk merumuskan hasil kongres. Dalam rapat kepengurusan tersebut, Yamin mengajukan dan menerangkannya secara lengkap Keputusan Kongres Pemuda Kedua yang dibacakan oleh Ketua Soegondo Djojopoespito untuk dimintakan persetujuan dari hadirin sebagai putusan kongres. Kemudian, seluruh hadirin menyetujui putusan tersebut secara aklamasi.
Berikut adalah Isi Putusan tersebut :

Pada saat dibacakan, keputusan kongres tersebut disebut “Ikrar Pemoeda”. Akan tetapi, di suatu hari diubah menjadi “Sumpah Pemuda”. Menurut sejarawan Anhar Gonggong, perubahan tersebut dibuat oleh Soekarno untuk menumbuhkan semangat pergerakan nasional dan persatuan bangsa.
3 Kesimpulan
Walau pada kala itu Indonesia dijajah oleh Belanda, namun semangat api para pemuda-pemuda Indonesia tidaklah padam. Perjuangan para pemuda adalah salah satu faktor terpenting sampai saat ini kita sebagai bangsa Indonesia mampu mengibarkan bendera di tanah kelahiran kita Indoneisa.
Sebagai generasi muda Indonesia, tancapkanlah mimpimu di langit setinggi-tingginya, kelak kau kan berada di puncak mimpimu. Mari harumkan nama bangsa Indonesia, mari kita junjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Berjuanglah dengan sepenuh hati, niscaya kau akan mendapatkan hasil yang setimpal dengan perjuanganmu.
Itulah pembahasan kami dari Sejarah Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Jika artikel ini berguna untuk kalian para pecinta sejarah silahkan kalian share dan jika kalian ingin memberikan saran kepada kami silahkan tinggalkan di kolum komentar di bawah ini agar kami terus memberikan informasi yang terbaik dari yang terbaik.